Indeks berita terkini dan terbaru hari ini dari peristiwa, kecelakaan, kriminal, hukum, berita unik, Politik, dan liputan khusus di Indonesia melalui Media Globe Nasional
DIPERLUKAN REVOLUSI KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DAERAH DIBIDANG PERTANAHAN TENTANG IPPT
Redaksimediaglobe
Update:
... menit baca
Dengarkan
GLOBE | BANYUWANGI - Setelah diterbitkan regulasi perijinan di bidang pertanahan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Karya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Progam Pemanfaatan Ruang.
Dan sejak Januari 2021 yang lalu telah di luncurkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo , kemudian baru dilaksanakan Agustus 2021 oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi, dengan istilah atau disebut KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), maka akhirnya segala kebijaksanaan dan keputusan ijin dibidang pertanahan berada ditangan pemerintah pusat.
Maka mau tidak mau atau senang tidak senang tamatlah pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi untuk mengeluarkan ijin-ijin dalam bidang pertanahan atau IPPT (Ijin Penggunaan Pemanfaatan Tanah) apabila tidak di ijinkan oleh pemerintah pusat.
Hal itu dijelaskan dalam pidato Presiden Joko Widodo pada Januari 2021, bahwa siapapun yang mempersulit ijin-ijin baik itu bupati, walikota atau gubernur masyarat bisa langsung melaporkan ke pemerintah pusat.
Sedangkan bentuk formulir permohonan KKPR itu di bagi dua, yaitu KKPR Berusaha dan KKPR non Berusaha.
Adapun KKPR Berusaha dengan syarat harus memiliki Badan Hukum, dan KKPR non Berusaha syaratnya untuk perorangan.
Akibat adanya regulasi yang baru inilah dampaknya masyarakat semakin sulit mengajukan permohonan IPPT ke Dinas Perijinan atau ke Dinas ATR/Badan Pertanahan khususnya di Kabupaten Banyuwangi, apabila tidak sesuai RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) pemerintah Kabupaten yang telah di sahkan DPRD ( Dewan Pimpinan Rakyat Daerah).
Belum lagi adanya UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman yang intinya tidak diperbolehkan permohonan pembukaan lahan ijin Kavling, sesuai Pasal 136 berbunyi "Setiap orang dilarang menyelenggarakan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba (Lingkungan Siap Bangun)".
Sehingga dapat dikatakan sekarang masyarakat umum yang tidak memiliki Badan Hukum akan mengurus Ijin Penggunaan Pemanfaatan Tanahnya semakin amat sulit.
Adapun yang menjadi pertanyaan publik atau masyarakat saat ini adalah bagaimana proses perijinan dibidang pertanahan jika sebelum UU Nomor 1 tahun 2011, tanahnya telah dilakukan pengkaplingan?
Mereka saat ini kesulitan mengurus ijin pemecahan?
Juga bagaimana dasar hukum masyarakat yang sudah terlanjur membeli kaplingan tersebut?
Ini yang menjadi keluhan publik atau rakyat khususnya di Banyuwangi.
Karena dari hasil pantauan dan temuan media on line GLOBE serta beredarnya berita-berita tentang hal tersebut diatas, publik atau rakyatlah yang tidak paham yang terkena dampak atas kebijaksanaan itu.
Setidaknya apakah diperlukan Revolusi Kebijaksanaan dibidang Pertanahan tentang Ijin Penggunaan Pemanfaatan Tanah?
Terlebih khususnya publik atau rakyat yang sudah terlanjur lahan/tanahnya di kaplingkan sebelum adanya Undang Undang atau Peraturan itu terbit.
Cukup beranikah bupati/walikota atau gubernur bergerak melakukan revolusi Kebijaksanaan dibidang Pertanahan?
Atau setidaknya pemerintah daerah memberikan masukan ke pemerintah pusat karena publik dan rakyat gelisah serta mengalami kesulitan? REDAKSI (MGN)
Media Globe Nasional Ini merupakan media yang bergerak dalam hal Kontrol sosial, Baik pemerintah maupun swasta. Dan media ini juga sebagai wahana komunikasi masa
Posting Komentar