no fucking license
Bookmark

Mobil di Jepang dan Indonesia: Cerminan Nilai atau Beban?

 


MEDIAGLOBENASIONAL.COM -Saya tidak sedang memutarbalikkan fakta soal gaya hidup yang megah di negeri kita. Saya tidak sedang menebak siapa dalang di balik fenomena ini. Saya tidak sedang mengatakan bahwa ini semua adalah permainan ilusi yang direkayasa oleh kepentingan tersembunyi. Tetapi, saya ingin menggarisbawahi perbedaan tajam dalam pandangan kita terhadap kepemilikan mobil antara Jepang dan Indonesia, dan bagaimana ini mencerminkan esensi nilai-nilai kita.

Di Jepang, memiliki mobil adalah relic dari masa lalu. Hanya mereka yang tinggal di desa yang menggunakannya, untuk tujuan yang sangat praktis: pertanian dan perdagangan. Di kota-kota, orang lebih memilih untuk berjalan kaki atau mengayuh sepeda. Mobil-mobil yang ada dibiarkan teronggok, berdebu, di garasi-garasi. Di sana, mobil bukanlah simbol kemewahan; ia adalah alat fungsional, tidak lebih.

Namun, di Indonesia, mobil dan rumah mewah adalah totem status sosial. Kita melihat orang-orang yang membeli mobil mewah meski cicilan rumah belum lunas. Di tengah hiruk-pikuk kota yang sebenarnya belum membutuhkan mobilitas tinggi, kita tetap berkejar-kejaran memiliki kendaraan mewah untuk memoles prestise di mata tetangga. Mengapa? Apa dampaknya?

Bank-bank menyambut baik fenomena ini. Semakin banyak orang yang berutang untuk membeli mobil, semakin deras aliran bunga yang mereka hisap. Tapi, sering kali kita tidak menyadari bahwa kita sedang dijerat oleh para bankir. Banyak dari kita yang menjadi korban, kehilangan segalanya hanya karena gagal bayar cicilan selama tiga bulan. Kerja keras kita seakan lenyap tak berharga di mata bank, yang hanya peduli pada hitungan angka-angka.

Mari kita merenung, apakah semua ini sepadan? Hidup sederhana, tanpa beban utang yang menjerat, jauh lebih menyenangkan dan penuh berkah. Memiliki perabotan atau kendaraan? Tentu, boleh saja, asalkan sesuai kemampuan ekonomi kita. Penampilan luar hanyalah cangkang, apa gunanya jika yang di dalam rapuh?

Lebih baik kita hidup apa adanya, tanpa berpura-pura, apalagi berutang ke bank. Jika ingin membeli kulkas, AC, atau mesin cuci, lakukanlah selama tidak berutang ke bank. Hutang dengan bunga adalah jerat yang menyesakkan, apalagi jika berkahnya dicabut oleh Tuhan.

Kita bekerja keras siang malam, memeras keringat, hanya untuk membayar barang dengan riba. Mengerikan! Saya lebih suka terlihat sederhana, sering kali diremehkan karena penampilan. Karena pada akhirnya, semua yang kita miliki adalah milik Tuhan. Bergayalah sesuai dengan kemampuanmu. Hidup sederhana bukanlah tanda kelemahan, melainkan kebijaksanaan. Mari kita hargai apa yang kita miliki dan tidak terjebak dalam lingkaran utang dan penampilan semu.

Saya tidak sedang mengkritisi gaya hidup yang kita kejar. Saya tidak sedang menebak siapa yang memulai tren ini. Saya hanya ingin kita semua merenung keras, memahami bahwa hidup sederhana, tanpa beban utang yang menghimpit, jauh lebih indah dan penuh berkah. Semoga kita bisa menjalani hidup dengan lebih bijak dan penuh rasa syukur. 

@Opini 

@editing - rofiq

Posting Komentar

Posting Komentar