![]() |
| Zamrud Khan bersama Prof Jimly Asshiddiqie Mantan Ketua MK & DKPP |
Namun, menurut Zamrud (INDONESIA VOTE'S For Electoral Integrity), putusan DKPP kali ini sebenarnya tidak ada yang istimewa, mengingat dan menimbang Teradu sebagai Ketua KPU sudah beberapa kali mendapat sanksi peringatan, termasuk peringatan keras. Oleh karena itu, menurutnya putusan DKPP ini terlambat dan kurang cepat mengambil keputusan yang adil demi kepentingan bangsa dan negara kita.
Putusan DKPP ini final dan mengikat sesuai Pasal 458 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan, ada putusan MK Nomor 32/PUU-XIX/2021 yang menyatakan bahwa frasa "bersifat final dan mengikat" dalam pasal tersebut dimaksudkan untuk mengikat Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu sebagai atasan langsung yang berwenang mengangkat dan memberhentikan penyelenggara pemilu sesuai tingkatannya.
Tidak ada ruang untuk berpendapat berbeda yang bertentangan dengan putusan DKPP, kecuali Keputusan Presiden nantinya dapat diajukan sebagai objek perkara di Peradilan TUN oleh pihak-pihak yang tidak menerima putusan DKPP.
Mencermati aduan terhadap Ketua KPU ini, kasus ini bukan yang pertama kalinya. Sehingga, perilaku etik berupa Asu Sila ini sungguh tidak mencerminkan materi khutbahnya pada saat Idul Adha, yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan istri. Bahkan, Hasyim (Ketua KPU) berbicara mengenai makna Idul Adha, yaitu menghilangkan sifat-sifat hewan di tubuh manusia dan menjelaskan tentang pengorbanan Nabi Ibrahim serta keikhlasan Nabi Ismail yang menjadi cikal bakal sejarah Idul Adha.
Namun, justru melakukan perbuatan yang tidak berakhlak sebagaimana tertuang dalam fakta persidangan DKPP, yang mengindikasikan adanya kekerasan seksual, eksploitasi seksual, dan/atau pemaksaan hubungan seksual. (*)






Posting Komentar