no fucking license
Bookmark

Candaan Kursi Pejabat: Di Balik Tawa, Ada Rakyat yang Terabaikan

Tawa di Atas Penderitaan: Pejabat Bergurau, Rakyat Menunggu Solusi
Opini -Menyaksikan para menteri kita bercanda soal kursi di tengah sidang kabinet seolah menonton sandiwara yang tak ada habisnya. Apakah ini guyonan segar, atau malah cerminan kekosongan di balik jabatan? Rakyat memandang dengan mata tajam, mempertanyakan kepekaan para pemimpin terhadap realita sehari-hari. 

Bermain dengan Kursi, Bermain dengan Nasib? Saat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menggeser kursi di IKN, apakah ia sadar bahwa banyak dari rakyatnya tak memiliki kursi untuk diduduki di meja makan? Setiap kursi yang dipindahkan mungkin tampak sepele di mata para pejabat, namun di mata rakyat yang setiap hari bergelut dengan ketidakpastian ekonomi, hal ini mencerminkan permainan kekuasaan yang jauh dari kenyataan.

Bagaimana bisa para penguasa bermain kursi saat rakyat berebut kursi pekerjaan dan pendidikan? Siapa yang bisa menjelaskan fenomena ini secara "ilmiah"? Mungkin ada yang beranggapan ini sekadar hiburan ringan di tengah ketegangan politik, tetapi bagi banyak orang, ini adalah simbol dari ketidakpedulian dan jarak yang semakin lebar antara penguasa dan yang dikuasai.

Candaan yang Mengusik Hati Rakyat. Ketika Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melepaskan canda "masuk barang itu" kepada Bahlil, rakyat bertanya: apakah ini cerminan dari proses politik yang seringkali hanya menjadi permainan barang-barang kekuasaan? Apakah ini menggambarkan betapa mudahnya "masuk" dan "keluar" dalam sistem yang seharusnya melayani rakyat?

Rakyat memandang dengan kecewa, bertanya-tanya kapan para pemimpin mereka akan berhenti bercanda dan mulai bekerja dengan serius. Mengurus negara tidak seharusnya menjadi permainan kursi musik di mana yang terkuat selalu mendapatkan tempat duduk, sementara yang lemah terpaksa berdiri di pinggiran.

Kritik dari Jalanan. Para penulis jalanan mungkin tak perlu dibela, tapi tulisan tinta mereka mengingatkan kita akan keheningan di tengah hiruk pikuk. Seperti politikus busuk yang pandai beretorika namun gagal bertindak, para pejabat yang bercanda di IKN mengingatkan kita bahwa seringkali mereka lebih sibuk dengan permainan kekuasaan daripada menghadapi persoalan nyata.

Mungkin bagi mereka, momen ini hanya sejenak hiburan di tengah kesibukan. Namun, bagi rakyat yang terus berjuang, ini adalah bukti dari jurang yang terus menganga antara mereka yang memerintah dan mereka yang diperintah.

Menulis tentang para pemimpin ini adalah usaha untuk mengingatkan mereka bahwa di balik setiap tawa ada tangisan yang menunggu untuk didengar. Kita yang masih hidup, dan “diminta” mengenang, perlu terus menulis, terus berbicara, agar suara kita tidak hilang dalam riuh rendah kekuasaan. Tariklah semua itu sebagai permainan, akrobat kehidupan, tapi jangan lupa, rakyat yang paling menderita tetaplah yang paling tahu bagaimana merasakan sakitnya. 

@rofiq

Posting Komentar

Posting Komentar