no fucking license
Bookmark

Guru Merana, Negeri Tertawa: Sebuah Tragedi yang Menggelikan

 

Penulis Opini - @rofiq bib Hasan
MEDIA GLOBE NASIONAL -Negeri ini gemar berkoar tentang "merdeka belajar,"  "generasi emas,"  dan  "Indonesia maju."  Ironisnya,  sementara kita sibuk mengumbar mimpi-mimpi indah,  para guru, pahlawan tanpa tanda jasa,  dibiarkan merana dalam jeratan kemiskinan. 

Bayangkan,  seorang guru,  yang bertugas  mencerdaskan anak bangsa,  harus  berjibaku  dengan  gaji  yang  tak  cukup  untuk  mencukupi  kebutuhan  sehari-hari.  Mereka  dipaksa  menjalani  hidup  yang  serba  pas-pasan,  sementara  kita  asyik  menikmati  kenyamanan  dan  kemewahan. 

"Yo bayangkan aja semua guru akhirnya nggak mau ngajar karena gajinya jelek. Terus guru habis, ga ada yang ngajar. Nanti ngajari anakmu sendiri. Kudu urut materinya, harus tahan tanpa teriak, tanpa main tangan, dilarang salah konsep, kudu sesuai tahapan perkembangan anak Saged?"  tulis akun @kihyunsleman,  mengungkapkan  realitas  pedih  yang  menyeramkan.  

"Simple anjngggg katanya awowkwowk SIMPLEEEEE TAIIII TAII,"  timpal akun @cancerofjune,  mengucapkan  kekecewaan  yang  teramat  dalam.  

Negeri ini  tertawa  terbahak-bahak  atas  nasib  para  guru.  Kita  tertawa  atas  ketololan  kita  sendiri,  atas  ketidakpedulian  kita  terhadap  orang-orang  yang  berjasa  membentuk  generasi  bangsa.  

"Lu yang miskin" "Pindah aja, simple" Simpe simple. Mustakanipun njenengan niku lho, alias NDHYASMUUUU SIMPEL MBAHMU KIPER,"  tulis  @kihyunsleman  lagi,  menegaskan  bahwa  ketidakpedulian  kita  terhadap  nasib  guru  merupakan  cerminan  kebodohan  kita  sendiri.  

"Makane ki negarane didandani ben kabeh masyarakat ki yo iso sejahtera DUUUUHHH,"  tulisnya  lagi,  mengingatkan  bahwa  kesejahteraan  guru  merupakan  bagian  penting  dari  kesejahteraan  masyarakat  secara  keseluruhan.  

Mungkin  kita  perlu  mencermati  kembali  kata-kata  bijak  Bung  Karno,  "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya."  Jika  kita  terus  menghina  dan  meremehkan  guru,  maka  kita  sedang  menghancurkan  pondasi  bangsa  ini  dari  akarnya.  

Saatnya  kita  bangun  dari  mimpi  indah  yang  menipu  itu.  Saatnya  kita  menghentikan  tawa  yang  menggelikan  ini.  Saatnya  kita  menghormati  dan  menghargai  para  guru  yang  telah  mencurahkan  segenap  jiwa  dan  raganya  untuk  mencerdaskan  bangsa  ini.  (*)

Posting Komentar

Posting Komentar