MEDIAGLOBENASIONAL.COM - POTRET REDAKSI -Di tepi jalan yang panasnya tak kenal ampun, ada seorang lelaki yang setia menjual bensin eceran seharga 11.000 rupiah per botol. Tidak banyak yang tahu, di balik kesederhanaan itu, tersimpan kebanggaan yang tak ternilai harganya. Dia mungkin hanya seorang pedagang kecil, tapi kejujuran dan usahanya lebih mulia dibandingkan dengan mereka yang duduk di kursi kekuasaan, namun gagal menjaga amanah.
Mari kita bayangkan, betapa malunya para penguasa yang mengelola negeri ini ketika melihat betapa besar kerugian yang mereka timpakan pada rakyat. Ribuan triliun rupiah menguap begitu saja, lenyap dalam pusaran janji-janji pembangunan yang tak kunjung nyata. Mereka yang harusnya menjaga negara ini malah menjadi dalang dari kerugian besar, mengorbankan masa depan bangsa demi ambisi kosong dan kepentingan pribadi.
Sementara itu, si penjual bensin eceran, dengan keuntungan yang mungkin tak seberapa, tetap teguh di jalur yang benar. Dia tak pernah mengambil yang bukan haknya, tak pernah membohongi pelanggannya. Setiap tetes bensin yang dijualnya adalah hasil dari kerja keras yang penuh kejujuran. Di sini, ada ironi yang begitu tajam: seorang rakyat jelata yang hidupnya lebih bersih dan lebih berharga daripada mereka yang berkuasa tapi gagal menjaga kepercayaan.
Bayangkan, di hari perayaan kemerdekaan ini, rakyat melihat pesta mewah di ibu kota baru yang dibangun dari uang rakyat, sementara di pelosok negeri, mereka hanya bisa bertahan hidup dengan cara-cara sederhana. Mereka yang berkuasa seharusnya merasa malu—seharusnya! Namun kenyataannya, wajah-wajah mereka tetap tersenyum seolah tak ada beban, seolah kerugian yang mereka ciptakan hanyalah sejumput masalah kecil.
Seandainya mereka bisa belajar dari si penjual bensin eceran, mungkin negeri ini tidak akan berada di tepi jurang kehancuran finansial. Seandainya mereka memahami bahwa setiap rupiah yang hilang adalah tetes darah rakyat yang dikorbankan demi kemewahan sesaat, mungkin mereka akan berpikir dua kali sebelum merusak apa yang telah dibangun dengan susah payah.
Ulang tahun ke-79 kemerdekaan seharusnya menjadi momen refleksi, bukan perayaan kosong yang hanya menyembunyikan luka bangsa. Lebih baik kau menjadi penjual bensin eceran yang jujur, yang setiap botolnya membawa berkah, daripada menjadi penguasa yang merugikan negara dan rakyatnya, menggadaikan masa depan demi kekuasaan semu.
Di jalanan, si penjual bensin mungkin tidak punya banyak, tapi dia punya satu hal yang tak dimiliki oleh mereka yang duduk di puncak kekuasaan: integritas. Dan di akhir hari, ketika semua dihitung, mungkin dialah yang sebenarnya menang dalam pertarungan moral ini.
Mari kita renungkan: mana yang lebih memalukan, menjual bensin eceran dengan harga yang wajar, atau menjual negeri ini dengan harga yang tak ternilai? Tepuk dada, tanya nurani.
penulis :@rofiq
Posting Komentar