no fucking license
Bookmark

Pesta Elite di Tengah Jeritan Rakyat: Ironi di Balik Kemewahan dan Kepura-puraan Penguasa

OPINI -Di sebuah negeri yang mengklaim sebagai pelopor keadilan dan kesetaraan, pemandangan kemewahan yang memalukan seakan menjadi suguhan harian. Akal sehat kita, yang semestinya menuntun kita menghadapi tantangan hidup, kini terabaikan oleh aksi para pemimpin yang lebih mementingkan kesenangan pribadi ketimbang nasib rakyatnya. Lihatlah bagaimana Menteri Bahlil, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Golkar, bersantai dengan sebotol minuman seharga motor sport. Minuman yang tak pernah terbayangkan oleh rakyat jelata, yang harus bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Lebih mengherankan, saat rakyat berjuang di tengah harga-harga yang melambung tinggi, menantu Presiden Jokowi—istri dari Kaesang Pangarep—bangga memamerkan liburan mewah mereka ke Amerika Serikat dengan jet pribadi Gulfstream G650ER registrasi N588SE. Sebuah kemewahan yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang, sementara jutaan rakyat lainnya hanya bisa menatap dari jauh dengan rasa iri.


Rasa kemanusiaan kita semakin tergerus ketika melihat para pemimpin ini, yang seharusnya menjadi teladan, malah berlomba-lomba memamerkan gaya hidup mewah mereka. Di saat rakyat harus mengencangkan ikat pinggang, mereka justru menikmati kemewahan hidup yang jauh dari kesederhanaan.


Bagaimana mungkin negeri ini bisa maju jika para pemimpinnya lebih sibuk mengurus kemewahan pribadi ketimbang memikirkan nasib rakyat? Mengapa seorang Menteri dan keluarga Presiden dengan terang-terangan memamerkan kekayaan mereka sementara rakyatnya menderita? Apakah kita telah begitu 'koplak', sampai tak mampu membedakan pemimpin yang benar-benar peduli dengan yang hanya peduli pada diri sendiri?


Kemunafikan ini semakin memperparah keadaan. Para pemimpin pandai bersembunyi di balik kata-kata manis, tetapi kenyataan pahit yang harus dihadapi rakyat tidak bisa disembunyikan. Setiap hari, kita disuguhi pertunjukan kemewahan yang semakin memperlihatkan ketidakpedulian mereka terhadap penderitaan rakyat.


Apakah negeri yang kaya raya ini benar-benar dibangun di atas pondasi kemunafikan? Apakah ratusan juta rakyat di negeri Bhineka Tunggal Ika ini hanya dianggap sebagai alat untuk memenuhi ambisi pribadi para penguasa? Atau mungkin, kita sudah begitu terbiasa dengan kepura-puraan sehingga tidak lagi bisa melihat kenyataan bahwa para pemimpin ini hanya mempermainkan nasib kita?


Kini, saatnya untuk meragukan integritas mereka dan mulai merasa bahwa apa yang kita lihat hanyalah sandiwara. Kita—rakyat biasa—hanya menjadi penonton yang dibohongi setiap hari. Di tengah semua ini, harapan akan perubahan tampak semakin samar. Tapi, apakah perubahan itu akan datang jika para pemimpin terus larut dalam kemewahan, sementara kita terpuruk dalam kesulitan? Mungkin sudah saatnya kita berhenti berharap dan mulai bergerak untuk menyuarakan kebenaran, sebelum akal sehat kita benar-benar lenyap tanpa bekas.

Penulis @rofiq, Sabtu 24 agustus 2024

Posting Komentar

Posting Komentar