no fucking license
Bookmark

Kabinet Obesitas dan Beban Berat untuk Republik

OLEH : @ROFIQ, nuansa artikel opini tentang kabinet yang penuh sesak dan berlebihan.
OPINI - Paling tidak hingga 20 Oktober nanti, logika sehat dari jutaan rakyat negeri ini diuji habis-habisan. Bayangkan saja, lebih dari separuh wajah-wajah lama dari kabinet Jokowi dikabarkan akan tetap berkibar di kabinet Prabowo. Apakah ini artinya Presiden terpilih Prabowo begitu terpesona oleh mereka? Atau, jangan-jangan, ini tanda bahwa Prabowo tak cukup percaya diri untuk memilih pasukannya sendiri?

Lalu kita mulai bertanya, apa guna semua menteri ini? Amerika Serikat, dengan segala gemerlap kekuatan dunia yang mereka kendalikan, cukup dengan 15 menteri untuk mengurus 350 juta rakyat dan benua yang luasnya mencapai 9 juta kilometer persegi. Namun di sini, negeri dengan penduduk yang lebih sedikit dan tantangan yang sebenarnya bisa disederhanakan, justru berlomba-lomba menambah kursi. Apa ini tanda efisiensi atau justru sebaliknya, tanda bahwa kita gemar meruwetkan diri?

Ada alasan mengapa kabinet disebut sebagai ‘kabinet.’ Kabinet adalah ruang kecil, bukan gedung raksasa yang penuh sesak. Logikanya, semakin banyak orang yang disumbat dalam ruang kecil itu, semakin sesak, semakin lambat, semakin tak teratur. Menjadikan kabinet besar tanpa mempertimbangkan kebutuhan nyata hanyalah membuat pemerintah menjadi ‘kabinet obesitas’ – bergerak lambat, penuh dengan tumpang tindih, dan kadang melupakan esensi dari tujuan utamanya: melayani rakyat.

Inilah ironinya. Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa setiap kursi menteri yang penuh dengan fasilitas mewah ini menghabiskan uang rakyat yang tidak sedikit. Satu mobil dinas dengan standar mewah, katakanlah Mercedes-Benz kelas atas, dapat menguras anggaran negara hingga miliaran. Apakah uang sebanyak itu tidak lebih baik dialokasikan untuk hal-hal yang benar-benar menyentuh rakyat kecil? Untuk gizi anak-anak yang kekurangan makan? Untuk pendidikan yang masih jauh dari layak di pelosok negeri? 

Namun, inilah wajah politik kita sekarang. Kabinet, yang seharusnya menjadi wadah para pemimpin sejati, malah menjadi arena kesetiaan buta. Apakah ini tentang membangun negara atau sekadar menjaga pertemanan lama? Sejatinya, peran menteri bukanlah hadiah atau tanda balas budi. Jika kesetiaan pada teman yang lebih diutamakan, maka kita sudah menyimpang jauh dari konsep pemerintahan yang seharusnya. 

Lantas, kita pun bertanya: mau dibawa ke mana negeri ini? Jika memilih menteri hanya soal merangkul yang lama demi balas budi, maka kita tak akan pernah sampai pada cita-cita kemajuan yang sejati. Rakyat tak butuh kabinet yang penuh demi kepentingan politik atau hubungan pertemanan. Rakyat butuh efisiensi, butuh solusi nyata, bukan sekadar kabinet yang megah dalam angka tapi kerdil dalam aksi.

Mungkin, inilah saatnya kita berhenti sejenak dan memikirkan, apakah politik negeri ini masih diisi dengan kemunafikan? Apakah masih ada harapan bagi rakyat yang menunggu dengan harap-harap cemas, atau malah hanya disuguhi janji-janji yang akhirnya memudar dalam bayang-bayang kursi kabinet yang semakin sesak itu?

Posting Komentar

Posting Komentar