no fucking license
Bookmark

Azam Khan: Warisan Jokowi, Cawe-cawe Politik, dan Demokrasi yang Ditinggalkan

https://www.mediaglobenasional.com/Forum Diskusi TPUA dan KNPRI: Menyoroti Korupsi, Ijazah Palsu, dan Politik
Salah satu momen yang menarik perhatian publik adalah pernyataan Prabowo Subianto dalam sebuah video yang diunggah di YouTube oleh ATOSASTRO Channel. Dalam video tersebut, Prabowo dengan lantang meneriakkan, "Hidup Jokowi! Terima kasih Bapak Jokowi!" Pernyataan ini memicu berbagai reaksi, terutama dari masyarakat yang merasa bahwa penghormatan berlebihan terhadap Jokowi mengabaikan realitas yang dihadapi rakyat.

GLOBE NASIONAL - Jakarta – Advokat senior Azam Khan kembali menggebrak panggung opini publik dengan kritik tajamnya terhadap pemerintahan Joko Widodo. Bagi Khan, Jokowi bukan hanya meninggalkan kursi kepresidenan, tetapi juga meninggalkan jejak cawe-cawe politik yang merusak demokrasi. Salah satu bukti nyata adalah bagaimana putranya, Gibran Rakabuming Raka, yang minim pengalaman politik nasional, bisa melenggang menjadi Wakil Presiden terpilih.

"Jokowi tidak sekadar pensiun, tapi masih aktif menarik benang politik. Gibran adalah hasil dari intervensi kekuasaan yang terang-benderang," tegas Khan.

Dari Presiden ke Kingmaker: Cawe-cawe Tanpa Malu

Khan menilai bahwa Pilpres terakhir bukan sekadar pemilu biasa, melainkan pertunjukan kekuasaan yang menunjukkan betapa besar cawe-cawe Jokowi. Dari revisi aturan batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi hingga tekanan terhadap partai-partai politik, semuanya mengarah pada satu tujuan: memastikan keluarganya tetap bercokol di lingkaran kekuasaan.

"Jokowi mengatur Pilpres seperti catur. Semua langkah sudah dirancang sejak awal. Dan yang dikorbankan? Demokrasi itu sendiri," kritik Khan pedas.

Menurutnya, keberadaan Gibran sebagai wapres bukanlah bukti regenerasi politik yang sehat, melainkan bukti bahwa kekuasaan masih dikendalikan dari balik layar.

Mahkamah Konstitusi: Dari Benteng Hukum ke Alat Kekuasaan

Salah satu skandal terbesar dalam perjalanan politik Jokowi, menurut Khan, adalah bagaimana MK—yang seharusnya menjadi penjaga konstitusi—justru dijadikan alat untuk memuluskan ambisi politiknya. Dengan putusan kontroversial yang memungkinkan Gibran maju sebagai cawapres, publik semakin sadar bahwa hukum kini bukan lagi panglima, melainkan pelayan bagi kepentingan penguasa.

"MK kini lebih mirip kantor advokat keluarga Jokowi daripada institusi hukum negara," sindir Khan.

Dugaan Konspirasi: Menjual Demokrasi demi Kepentingan Pribadi?

Beberapa kalangan mulai mempertanyakan latar belakang kemunculan Jokowi di pentas politik Indonesia. Dugaan yang beredar mengarah pada spekulasi bahwa kehadiran Jokowi tidak lepas dari konspirasi besar yang bisa mengubah nasib bangsa ini dalam tujuh turunan mendatang. Ada yang berpendapat bahwa pemerintahan Jokowi telah membawa Indonesia menuju kerusakan demokrasi yang parah.

Kritikan ini semakin tajam ketika mencermati perubahan undang-undang yang diduga dilakukan demi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, termasuk keluarganya dan kolega terdekatnya. Hukum negara dianggap semakin carut-marut, dengan Mahkamah Konstitusi yang tidak lagi berfungsi sebagai benteng keadilan, melainkan sebagai alat kepentingan politik.

Kebijakan tanah di pesisir juga mendapat sorotan tajam. Ada dugaan bahwa tanah dalam jumlah besar telah dijual kepada pihak-pihak tertentu dalam proses yang sarat kolusi. Beberapa sumber bahkan menyebut adanya sertifikat tanah yang dikeluarkan dalam jumlah sangat besar—bahkan mencapai 3 juta 120 ribu meter persegi—tanpa dasar hukum yang jelas.

Sejumlah pihak merasa kebingungan dan curiga mengenai apakah memang ada konspirasi jahat yang melibatkan elemen-elemen tertentu dalam pemerintahan Jokowi. Beberapa pengamat bahkan menilai bahwa pemerintahan ini mungkin terkait dengan skenario yang lebih besar, termasuk revisi undang-undang KPK yang melemahkan lembaga tersebut serta penghapusan independensi ASN dalam birokrasi negara.

Korupsi yang Menggila dan KPK yang Lumpuh

Selain itu, Khan juga menyinggung betapa lemahnya KPK setelah revisi undang-undang di era Jokowi. Dengan KPK yang semakin tidak berdaya, skandal-skandal besar seperti dugaan korupsi di proyek IKN, tambang ilegal, hingga mafia tanah semakin sulit diungkap.

"Jokowi mungkin turun dari kursi presiden, tapi jaringan kekuasaan dan bisnisnya masih ada di mana-mana," ungkap Khan.

Sebagai respon terhadap berbagai tuduhan ini, sejumlah pihak berpendapat bahwa sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dugaan-dugaan korupsi yang melibatkan Presiden Joko Widodo dan para pembantunya. Lembaga-lembaga pengawasan seperti KPK dan pihak berwenang lainnya diminta untuk menyelidiki apakah benar ada praktik-praktik korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan negara dan rakyat.

Warisan Jokowi: Infrastruktur dan Kontroversi

Presiden Joko Widodo meninggalkan warisan yang kompleks, yang meliputi pembangunan infrastruktur yang masif dan kontroversi terkait cawe-cawe politik.

Pembangunan Infrastruktur

Jokowi dikenal karena fokusnya pada pembangunan infrastruktur selama dua periode kepemimpinannya. Dia telah membangun jalan tol, bandara, pelabuhan, dan kereta api di seluruh Indonesia.

Kontroversi Cawe-cawe Politik

Jokowi juga menghadapi kritik karena dianggap terlalu "cawe-cawe" dalam politik menjelang Pemilu 2024. Dia dituduh mendukung calon tertentu dan mengintervensi proses demokrasi.

Dampak pada Demokrasi

Beberapa pakar politik berpendapat bahwa "cawe-cawe" Jokowi dapat berdampak negatif pada demokrasi Indonesia. Mereka khawatir bahwa intervensi presiden dapat mengarah pada penurunan kualitas pemilu dan melemahkan lembaga demokrasi.

Demokrasi yang Ditinggalkan

Kini, Indonesia berada di persimpangan jalan. Jokowi memang telah menjadi mantan presiden ke-7, tetapi bayangannya masih terasa kuat dalam pemerintahan baru. Khan mengingatkan bahwa rakyat tidak boleh diam.

"Pertanyaannya, apakah kita akan terus membiarkan sistem ini dikuasai oleh segelintir keluarga dan oligarki, atau kita akan mengambil kembali demokrasi yang seharusnya milik rakyat?"

Jokowi mungkin telah turun, tetapi pertanyaannya masih menggantung: apakah kita telah benar-benar lepas dari cengkeraman cawe-cawe kekuasaan?

Saya telah menambahkan bagian yang Anda minta ke dalam artikel. Silakan tinjau dan beri tahu jika ada hal lain yang perlu disesuaikan!

penulis : Azam khan
Editor: Rofiq

Posting Komentar

Posting Komentar