“Khawatir kalau renggang begini kanan kiri Presiden diisi setan,”tulis @DokterTifa dalam postingannya, yang langsung memicu tanggapan dari warganet.
Komentar tersebut langsung menuai respons beragam dari pengguna Twitter. Ada yang merasa hal ini penting untuk memastikan sholat dilakukan dengan khusyuk dan sesuai tata cara, sementara yang lain mempertanyakan apakah ada unsur politis atau personal dalam pernyataan tersebut.
“Makanya banyak bisikan setan yg didengarnya,”balas @Didit3Ahmadi yang memandang pernyataan itu dengan gurauan.
Sementara itu, @AlianisBgd mencermati hal ini sebagai cerminan kebiasaan pejabat yang sering merasa istimewa. *“Mungkin karena mereka pejabat, merasa orang super penting, jadi harus diistimewakan dalam segala hal, termasuk minta diistimewakan dalam hal ibadah,” katanya.
Namun, ada pula warganet yang lebih serius menanggapi isu ini, seperti @mu_una58844 yang berpendapat bahwa seorang imam seharusnya mengingatkan para makmum untuk merapatkan shafnya sebelum memulai sholat. “Harusnya seorang imam sebelum sholat diingatkan ma’mumnya untuk merapatkan shofnya,” tulisnya, mengingatkan pentingnya kekhusyukan dalam ibadah.
Bahkan, beberapa warganet lebih ekstrem dalam memberikan komentar dengan nada satir dan sinis, seperti yang terlihat pada tweet dari @Timeline_real yang menyebutkan, “Emng uda setan semua, sholat nya org munafik, di pikiran sholatnya, besok korupsi apa lagi ya… Oh iya zakat.”
Pernyataan ini menyoroti sebuah realitas menarik mengenai bagaimana protokol ibadah di hadapan pemimpin negara bisa menjadi sorotan publik, bahkan dalam hal-hal yang seharusnya bersifat spiritual. Ini juga membuka ruang untuk diskusi tentang bagaimana sesungguhnya etika beribadah di kalangan pejabat negara, yang di satu sisi harus menjaga kedekatannya dengan rakyat, namun di sisi lain juga harus mengedepankan kesopanan dan keteraturan dalam praktik ibadah yang dilaksanakan.
Dalam budaya Indonesia yang sangat menghargai tradisi agama, mungkin akan ada banyak pihak yang merasa perlu untuk menyuarakan hal ini, baik dari perspektif agama, politik, maupun sosial. Namun satu hal yang pasti, bahwa pemimpin negara, baik Presiden maupun pejabat lainnya, tetaplah manusia yang harus menjalani setiap ibadahnya dengan tulus dan khusyuk, sama seperti rakyat yang mereka pimpin.
Posting Komentar