Politik Masih dalam Cengkeraman Oligarki
Azam Khan menyoroti bahwa transisi kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo tak serta-merta membawa perubahan signifikan bagi rakyat kecil. Menurutnya, politik di Senayan masih dikendalikan oleh kepentingan elite yang sama, dan kebijakan yang berpihak kepada oligarki terus berlanjut.
"Kita lihat sendiri, perubahan kepemimpinan ini lebih seperti pergantian kursi, bukan perubahan arah. Siapa yang tetap berada di lingkaran kekuasaan? Masih orang-orang itu juga. Rakyat tetap menjadi penonton, sementara mereka yang punya uang tetap mengatur semuanya," tegas Azam Khan.
Ia juga menyinggung peran keluarga Jokowi yang tetap mengakar dalam pemerintahan. Dengan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, kini menjabat sebagai Wakil Presiden, Azam Khan menilai bahwa politik dinasti semakin menguat.
"Dulu kita bicara soal Orde Baru dan politik dinasti, sekarang sejarah berulang. Reformasi dikorbankan demi kepentingan keluarga dan kroni," tambahnya.
Ekonomi Masih Dikuasai Segelintir Orang
Di sektor ekonomi, Azam Khan menyoroti bagaimana kebijakan energi dan infrastruktur masih lebih menguntungkan korporasi besar dibandingkan rakyat kecil. Ia menyoroti proyek-proyek besar seperti IKN (Ibu Kota Nusantara), yang menurutnya hanya menguntungkan investor dan para pemilik modal.
"Lihat siapa yang diuntungkan dari proyek-proyek ini. Masyarakat kecil di sekitar Sepaku (lokasi IKN) bahkan tak bisa mengurus sertifikat tanah mereka sendiri, sementara pemodal asing diberi hak pengelolaan hingga 190 tahun," ujarnya geram.
Selain itu, ia juga mengkritik kebijakan harga energi, terutama kebijakan subsidi yang dinilai tidak adil. Tarif listrik, harga BBM, hingga pajak terus meningkat, sementara daya beli masyarakat semakin menurun.
"Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Rakyat diperas lewat pajak, tarif listrik, dan harga BBM yang tak terkendali, sementara konglomerat diberikan insentif dan kemudahan," tambahnya.
Hukum Masih Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Azam Khan juga menyoroti penegakan hukum yang masih berat sebelah, di mana rakyat kecil terus menjadi korban, sementara mereka yang berada di lingkaran kekuasaan terus mendapat perlindungan.
"Mafia tanah dibiarkan merajalela, sementara petani dan rakyat kecil yang berjuang mempertahankan lahannya malah dikriminalisasi. Ini bukan negara hukum, ini negara oligarki," tegasnya.
Menurutnya, berbagai kasus besar seperti korupsi proyek infrastruktur, skandal BUMN, hingga penyalahgunaan wewenang pejabat sering kali tidak diusut tuntas.
"Sejak kapan koruptor besar benar-benar dihukum berat di negeri ini? Yang ada, mereka tetap hidup nyaman, sementara rakyat yang mencuri ayam untuk bertahan hidup dihukum bertahun-tahun," ujarnya dengan nada tajam.
Seruan Perlawanan: Rakyat Harus Bangkit!
Di akhir pidatonya, Azam Khan menyerukan kepada rakyat untuk tidak diam dan menerima keadaan ini begitu saja. Ia menegaskan bahwa perubahan sejati tidak akan datang dari mereka yang saat ini berkuasa, melainkan dari kesadaran kolektif masyarakat yang berani melawan ketidakadilan.
"Jika kita terus diam, maka mereka akan semakin berani merampas hak kita. Ini saatnya rakyat bangkit, bukan untuk kepentingan segelintir orang, tetapi untuk keadilan bagi seluruh bangsa," serunya.
Azam Khan juga mengajak para aktivis, pemuda, dan organisasi masyarakat untuk lebih aktif mengkritisi kebijakan yang merugikan rakyat.
"Negara ini bukan milik oligarki, bukan milik dinasti politik, tapi milik kita semua. Jika kita tidak bertindak sekarang, maka kita akan terus dijajah di negeri sendiri," pungkasnya.
Akankah Indonesia Lepas dari Cengkeraman Oligarki?
Pidato Azam Khan ini menjadi pengingat bahwa meskipun kepemimpinan nasional telah berganti, struktur kekuasaan yang ada tidak serta-merta berubah. Oligarki tetap menguasai berbagai sektor, hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas, serta kebijakan ekonomi masih lebih berpihak kepada pemilik modal daripada rakyat kecil.
Pertanyaannya kini: Akankah Indonesia benar-benar berubah? Ataukah hanya sekadar pergantian wajah di tampuk kekuasaan, sementara sistem yang menindas rakyat tetap berjalan seperti biasa?
Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti: perubahan sejati hanya akan terjadi jika rakyat berani mengambil peran dan melawan ketidakadilan yang semakin mengakar.
Oleh [R@fiq]
[19 maret 2025]
Posting Komentar