![]() |
R@fiq |
Hari Raya Idul Fitri 30 Maret 2025 bukan sekadar perayaan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Lebaran kali ini harus menjadi cermin bagi kita sebagai bangsa—sebuah momentum untuk menakar seberapa jauh perjalanan kita dalam melawan ketidakadilan dan mempertanyakan pemimpin yang semakin jauh dari amanah. Di tengah gemerlap silaturahmi dan kebahagiaan, kita tidak boleh abai terhadap kenyataan getir: negeri ini tercabik oleh kebohongan, keserakahan, dan pengkhianatan mereka yang diberi mandat untuk mengayomi rakyat.
Di balik senyum dan gema takbir, ada getir yang tak bisa disangkal. Negeri ini semakin terpuruk, rakyatnya semakin terhimpit oleh kesulitan ekonomi, sementara para penguasa malah sibuk menggemukkan kantong mereka sendiri. Korupsi merajalela, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, dan keadilan kian menjadi barang langka. Apakah kita akan terus diam? Apakah kita akan membiarkan keadaan ini berlanjut tanpa perlawanan?
Kita, rakyat yang sesungguhnya adalah pemilik sah negeri ini, tidak boleh larut dalam euforia sesaat. Di balik setiap jabat tangan dan ucapan maaf, ada keluarga yang tak tahu bagaimana menyambung hidup esok hari. Ada anak-anak yang kehilangan hak untuk bermimpi karena pendidikan kian mahal. Ada masyarakat yang terus dipaksa tunduk pada ketidakadilan yang semakin menjadi-jadi. Lebaran bukan hanya soal baju baru dan meja makan yang penuh, tetapi juga saat yang tepat untuk membangunkan kesadaran kita: apakah kita masih ingin menjadi bangsa yang diam, atau saatnya bangkit dan melawan ketidakberesan yang terus menindas?
Hari Raya Idul Fitri, yang seharusnya menjadi simbol kebangkitan spiritual, seharusnya juga menjadi inspirasi bagi kebangkitan rakyat. Jika kita bisa membersihkan diri dari dosa di hari yang suci ini, mengapa kita tak bisa membersihkan negeri ini dari kebobrokan? Jika kita bisa kembali ke fitrah yang suci, mengapa kita tak bisa menuntut kesucian dalam kepemimpinan dan kebijakan? Jangan biarkan lebaran ini hanya menjadi rutinitas tahunan. Jadikanlah ia titik awal perjuangan menuju negeri yang lebih beradab, lebih adil, dan lebih manusiawi.
Tahun 2025 ini, kita sudah terlalu lama menunggu. Janji-janji kosong terus dihamburkan, kebijakan hanya menguntungkan segelintir, dan rakyat hanya dijadikan angka dalam statistik. Namun, kekuatan sejati negeri ini ada pada kita. Jangan biarkan kebohongan terus meninabobokan kita dalam ketidakberdayaan. Lebaran kali ini bukan hanya waktu untuk merenung, tetapi saatnya mengambil sikap: apakah kita rela terus hidup dalam kepalsuan, ataukah kita akan bergerak untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan bermartabat?
Jangan biarkan semangat Idul Fitri berlalu begitu saja. Jadikan momen ini sebagai titik balik—untuk melawan ketidakadilan, untuk menuntut pemimpin bertanggung jawab, dan untuk memastikan bahwa negeri ini berpihak kepada rakyat, bukan segelintir elite rakus. Lebaran 2025 bukan sekadar hari kemenangan pribadi, tetapi harus menjadi awal kemenangan sejati: kemenangan rakyat, kemenangan bangsa.
Karena pada akhirnya, sejati-sejatinya kemenangan bukanlah sekadar berhasil menahan lapar dan dahaga, tetapi keberhasilan kita dalam merebut kembali keadilan dan kehormatan negeri ini. Dan itu, hanya bisa terjadi jika kita bangkit dan melawan.
Opini : R@fiq.
Posting Komentar