Menurut P2NOT, indikasi ini bukan sekadar perkara temuan barang bukti, tapi gambaran nyata lemahnya sistem pengamanan di laut—terutama pada satuan kepolisian perairan (Polairud). Yang lebih mengkhawatirkan, temuan sabu itu justru bukan dari operasi resmi, tapi berasal dari laporan masyarakat yang diteruskan ke Koramil setempat, lalu dikonfirmasi bersama pihak Polsek Masalembu di lokasi kejadian.
“Ini bukan temuan biasa. Ini sinyal keras bahwa jalur laut kita sudah ditarget sebagai jalur masuk narkoba. Kalau 35 kilogram bisa masuk dan nyaris tak terdeteksi aparat, bayangkan berapa yang lolos tanpa jejak,” tegas P2NOT.
Tidak berhenti di situ, hari ini masyarakat kembali menyerahkan tambahan sabu-sabu seberat 3 kilogram, sehingga total berat mencapai 38 kilogram. Jika dihitung dengan asumsi pemakaian per gram per orang, maka ada sekitar 38.000 jiwa yang bisa diselamatkan. Dari sisi nilai ekonomi gelap, jumlah tersebut setara dengan hampir Rp40 miliar.
P2NOT mendesak Polri, Polda Jawa Timur, dan BNN Provinsi Jawa Timur untuk mengusut tuntas jaringan yang terlibat. Ia juga menekankan pentingnya pemberian penghargaan bagi para nelayan yang berjasa menemukan dan melaporkan barang haram tersebut.
“Tanpa masyarakat, negara tidak tahu. Sudah semestinya Polri, BNN, dan bahkan TNI memberi reward kepada nelayan. Ini bukan hanya soal narkoba, ini soal nyawa bangsa,” tandasnya.
Masalembu yang dikenal sebagai kawasan terpencil kini justru menjadi pintu darurat masuknya barang mematikan. Jika tak segera ditindak, bukan mustahil laut Madura jadi jalur strategis perdagangan narkotika. Dan jika itu terjadi, maka yang jadi korban bukan hanya masyarakat—tapi juga masa depan negeri. [fiq]
Posting Komentar