![]() |
FOTO : Malam Hangat di Warung D'TERAS |
Waroeng D’Teras malam itu berubah menjadi ruang nostalgia. Aroma masakan rumahan bercampur dengan tawa renyah dan sapaan penuh cerita dari masa lalu. Di meja panjang berbalut taplak putih, tumpeng nasi putih berdiri gagah, dikelilingi lauk pauk khas nusantara: mie goreng, sambal kentang, telur, ayam suwir, hingga lalapan segar. Tak jauh dari situ, semangkuk besar es buah dingin menambah segar suasana yang sudah teramat akrab.
Kaos berwarna merah maroon bertuliskan “SEMPI 82” dikenakan oleh sebagian besar tamu. Sebuah penanda angkatan, memori panjang dari masa sekolah yang telah lewat lebih dari empat dekade lalu.
Tepat pukul 19.00 WIB, acara dimulai dengan doa bersama. Tamu berdiri dalam hening. Doa dilantunkan dengan khusyuk, sebagai bentuk syukur atas usia yang bertambah dan pertemuan yang tak ternilai.
Prasetyo, yang malam itu menjadi pusat perhatian, bukan orang sembarangan. Ia bukan pensiunan birokrat atau pejabat pemerintahan. Ia adalah sosok sederhana yang membangun Waroeng D’Teras dari bawah. Sosok yang rendah hati, namun penuh semangat menjaga tali silaturahmi lama.
“Matur suwun sanget, kanca-kanca wis rawuh. Iki dudu mung ulang tahun, tapi momen paseduluran. Kulo nyuwun dunga, mugo sehat lan rukun sak lawase,” ucap Prasetyo lirih, dengan mata yang tampak berkaca.
Bagi sebagian orang, ulang tahun hanyalah perayaan rutin. Namun malam itu terasa istimewa. Ulang tahun ke-61 Bapak Prasetyo menjadi jembatan waktu, menyatukan kembali sahabat-sahabat lama yang dulu tertawa dalam kelas, dihukum guru, atau berlari di lapangan.
“SEMPI 82 ini bukan sekadar nama angkatan. Tapi simbol persaudaraan. Dan malam ini, kami pulang. Bukan ke rumah, tapi ke kenangan,” ujar salah satu alumni dengan mata berbinar.
Acara berlanjut dengan ramah tamah, saling bertukar cerita, foto bersama, dan gelak tawa yang sulit diredam. Malam semakin larut, tapi semangat tetap hangat. Tidak ada panggung megah, tidak ada musik keras — hanya suara hati yang berbicara dalam tawa dan cerita.
Hingga berita ini ditulis, tumpeng hampir tandas, gelas-gelas kopi telah kosong, namun rasa bahagia masih penuh — menggantung di udara, dan menetap dalam hati mereka yang hadir.
Contributor : Sugiyadi
Editor : A@rofiq
Posting Komentar