![]() |
Oleh: Azam Khan – Advokat / Ketum Kontra S.M / Sekjen TPUA / Ketum P2NoT |
Menurut Azam, kerugian negara hampir mencapai Rp1 triliun, dengan indikasi kuat bahwa aksi tersebut bukan murni suara rakyat, melainkan gerakan terstruktur yang patut diduga sebagai makar atau aksi teror.
“Ini bukan aspirasi rakyat biasa. Ada bom molotov, ada logistik dari luar daerah, ada pola organisasi yang rapi. Itu kerjaan jaringan besar, bukan spontanitas,” tegas Azam Khan.
Ia menegaskan, hak konstitusional rakyat memang dijamin Pasal 28 UUD 1945. Namun, jika kebebasan itu berubah menjadi perusakan dan teror, maka negara wajib bertindak tegas.
Azam menyebut, Presiden Prabowo Subianto telah mengindikasikan adanya gerakan makar. Maka, menurutnya, pemerintah tidak boleh ragu mengusut tuntas siapa aktor intelektual, siapa pendana, dan siapa penggeraknya.
“Kalau Presiden berani bicara terang, rakyat akan mendukung. Katakan hitam jika memang hitam. Katakan putih jika putih. Jangan biarkan rakyat bingung,” ujarnya.
Azam juga menyoroti lemahnya aparat kepolisian yang gagal mengantisipasi eskalasi konflik. Ia mendesak Kapolri dievaluasi jika terbukti tak mampu mengendalikan situasi.
Lebih jauh, Azam mengingatkan agar intelijen negara, BIN, BAIS, dan Polri bekerja lebih cepat dan presisi. Perlindungan terhadap tokoh masyarakat juga harus dijamin setelah muncul serangan ke rumah sejumlah tokoh publik.
Sebagai pembanding, Azam menyinggung aksi damai 212 dengan jutaan massa yang berlangsung tanpa kerusakan. Sedangkan aksi belakangan ini, meski hanya dalam hitungan hari, justru menimbulkan kerugian besar.
“Rakyat boleh bicara, rakyat boleh protes. Tapi kalau ada bom molotov, pagar rumah dibakar, dan properti negara dirusak, itu bukan lagi kritik. Itu makar dan teror,” pungkasnya.
Media Globe Nasional mencatat, pernyataan keras Azam Khan ini merupakan seruan moral sekaligus peringatan keras agar negara tidak lemah menghadapi ancaman terhadap kedaulatan.
fiq
Posting Komentar