no fucking license
Bookmark

Zamrud Ungkap Dugaan Kriminalisasi Ahli Waris di Sumenep: "Fiat Justitia Ruat Caelum"

 

MEDIA GLOBE NASIONAL -Sumenep, Jawa Timur —Sebuah kasus waris di Kabupaten Sumenep kembali menyeret perhatian publik. Tiga ibu, yang berdasarkan penetapan pengadilan agama berstatus ahli waris sah, justru menghadapi proses hukum sebagai terlapor dalam laporan pidana. Ironisnya, laporan itu datang dari seorang pria berinisial S, mantan narapidana kasus pengrusakan, yang klaimnya sebagai ahli waris telah berulang kali ditolak pengadilan.

Advokat Zamrud, yang mendampingi ketiga ibu tersebut, menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi dan penyalahgunaan kewenangan penyidik.

“Dalam istilah hukum ada pepatah, Fiat Justitia Ruat Caelum — tegakkan hukum walau langit runtuh. Kebenaran akan berjalan di jalannya sendiri, begitu pula kebatilan,” tegas Zamrud saat diwawancarai Globe Nasional melalui sambungan WhatsApp, Jumat (19/9/2025).

Menurut Zamrud, peta hukumnya jelas. Tiga ibu yang kini diperiksa penyidik adalah ahli waris sah, sesuai putusan pengadilan agama. Sebaliknya, S tidak memiliki legal standing, apalagi dasar hukum yang kuat.

“Pelapor itu mantan narapidana. Gugatan dia ke pengadilan agama sudah ditolak berkali-kali. Tapi anehnya, laporan dia di Polres Sumenep diproses cepat, bahkan klien saya ditetapkan sebagai terlapor. Sebaliknya, laporan balik dari klien saya malah jalan di tempat,” ungkap Zamrud.

Ia mempertanyakan mengapa fakta putusan pengadilan agama diabaikan. “Penyidik harus obyektif, profesional, presisi sebagaimana arahan Kapolri. Kalau pengadilan agama sudah menetapkan siapa ahli warisnya, kenapa itu tidak jadi pegangan?” katanya geram.

Dugaan kriminalisasi ini kian mencuat ketika muncul pengakuan seorang anak yang mengklaim sebagai keturunan dari almarhumah Sakijeh, kerabat yang disengketakan. Padahal, menurut catatan keluarga, almarhumah tidak pernah memiliki anak selama pernikahannya hingga wafat.

“Bagaimana mungkin ada orang yang tiba-tiba muncul mengaku anak? Fakta historisnya jelas: Sakijeh tidak pernah punya keturunan. Tapi klaim itu justru dipakai sebagai dasar laporan pidana. Logika hukumnya di mana?” tanya Zamrud.

Lebih jauh, ia menilai penyidik Pidsus Polres Sumenep telah mengabaikan asas objektivitas. “Saya tidak tahu pola pikirnya seperti apa. Fakta jelas diabaikan, laporan yang tidak berdasar justru diutamakan. Ini sungguh ironis,” ucapnya.

Kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Zamrud khawatir, bila dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat yang tengah mencari keadilan.

“Kasihan ibu-ibu ini. Mereka sudah menjalani prosedur hukum dengan benar, bahkan sudah mendapat penetapan pengadilan. Tapi ketika berhadapan dengan proses pidana, justru mereka yang dikriminalisasi. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Saya yakin, kasus seperti ini bukan hanya satu. Masih banyak di luar sana. Kalau penegakan hukum tidak dibenahi, masyarakat akan makin kehilangan kepercayaan. Dan itu berbahaya bagi kita sebagai negara hukum.”

Sebagai bentuk advokasi, Zamrud mengaku sudah menemui Kapolres dan Wakapolres Sumenep. Ia berharap pimpinan Polres dapat memberi atensi serius dan mengoreksi penyidik di lapangan.

“Saya sudah bicara langsung dengan Kapolres dan Wakapolres. Harapan saya, ada kepastian hukum yang jelas. Jangan sampai kebenaran kalah oleh kepentingan. Penegakan hukum harus berpihak pada fakta, bukan pada lobi,” tegasnya.

Selain itu, pihak keluarga juga menimbang langkah lain, mulai dari melapor ke Propam hingga mengajukan praperadilan jika kriminalisasi ini berlanjut.

Publik menunggu langkah tegas institusi Polri. Kapolda Jawa Timur hingga Kapolri diminta memberi atensi, memastikan kasus ini ditangani dengan objektif dan sesuai prinsip presisi.

“Wahai Kapolres, wahai Wakapolres, wahai Kapolda Jatim, bahkan Kapolri: tolong lihat fakta ini. Jangan biarkan kebenaran ditenggelamkan oleh kebatilan,” pinta Zamrud.

Kasus ini menyoroti problem klasik penegakan hukum di Indonesia: tumpang tindih antara fakta hukum yang sudah final di pengadilan agama, dengan proses pidana yang seolah dipaksakan. Pertanyaan yang kini menggantung adalah: apakah hukum benar-benar menjadi panglima, atau sekadar alat bagi pihak yang punya akses lebih kuat?

“Fiat Justitia Ruat Caelum. Tegakkan hukum walau langit runtuh. Kalau kebenaran ini terus diabaikan, runtuhnya bukan langit, tapi runtuhnya kepercayaan rakyat kepada hukum itu sendiri.”

Kontributor: tim

Posting Komentar

Posting Komentar