no fucking license
Bookmark

Azam Khan: Keputusan Baleg DPR Mencederai Demokrasi dan Mempertegas Kekuasaan Oligarki

Foto: Azam Khan, advokat sekaligus aktivis, saat menyampaikan kritik tajam terkait keputusan politik dan hukum yang dinilai mencederai demokrasi Indonesia.

MEDIAGLOBENASIONAL.COM -JAKARTA -Pada Rabu, 21 Agustus 2024, advokat sekaligus aktivis, Azam Khan, melontarkan kritik tajam terhadap langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mencoba membatalkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60. Putusan ini sebelumnya telah melonggarkan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah, namun upaya Baleg untuk menentangnya dinilai oleh Azam sebagai bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan bukti semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan oligarki.


Azam Khan, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), menegaskan bahwa Putusan MK nomor 60 merupakan keputusan tertinggi yang harus dihormati, mengungguli kewenangan pemerintah, KPU, dan Mahkamah Agung. Namun, menurut Azam, 12 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) diduga hanya menggunakan Ridwan Kamil sebagai boneka dengan Suswono sebagai wakilnya, untuk kepentingan kelompok oligarki.


"Kekisruhan yang terjadi saat ini sudah menjadi badai bagi KIM, yang disetting oleh dua belas partai politik untuk mengangkat Ridwan Kamil sebagai boneka dengan Suswono sebagai wakilnya. Ini bukan hanya soal politik, tetapi sudah menyentuh ranah kejahatan luar biasa," tegas Azam Khan.


Azam menyoroti bahwa Baleg DPR, dengan dalih mempresentasikan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan mempertimbangkan hukum lainnya, berusaha menggagalkan keputusan MK tersebut. Langkah ini dianggapnya sebagai upaya memaksakan kehendak yang didorong oleh campur tangan kekuasaan.


"Baleg DPR memaksakan kehendak untuk menggagalkan putusan tertinggi MK. Ini menunjukkan campur tangan mutlak dari Jokowi. Jika para tokoh nasional, praktisi, akademisi, dan LSM tidak segera turun tangan, negeri ini akan jatuh ke tangan mafia," ujar Azam dengan nada prihatin.


Azam juga menilai bahwa langkah Baleg DPR untuk membatalkan putusan MK yang melonggarkan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah adalah sebuah tindakan yang mencederai prinsip demokrasi. Baginya, ini bukan sekadar perdebatan hukum, tetapi sudah menjadi bentuk intervensi politik yang membahayakan fondasi demokrasi di Indonesia.


Hal yang membuat Azam sangat kecewa adalah fakta bahwa setelah MK mengeluarkan keputusan yang seharusnya final, Baleg DPR masih saja menggelar rapat panitia kerja (panja) untuk membahas RUU Pilkada. Rapat tersebut digelar sejak pagi, Rabu (21/8), dan akan dikebut dengan pengambilan keputusan atas pembahasan RUU Pilkada pada pukul 19.00 WIB. Bagi Azam, tindakan ini menunjukkan betapa lemahnya penghormatan terhadap lembaga hukum tertinggi negara, bahkan setelah MK sudah mengeluarkan keputusan yang jelas.


"Bisa-bisanya setelah MK membuat keputusan masih ada pembahasan seperti ini. Ini adalah penghinaan terhadap supremasi hukum dan merupakan bukti dari politik kekuasaan yang semakin tiranik," kata Azam, menegaskan ketidakpuasannya terhadap situasi yang berkembang.


Lebih jauh, Azam Khan mengungkapkan bahwa wakil-wakil rakyat di DPR sudah tidak lagi mewakili kepentingan rakyat, tetapi hanya menjadi perpanjangan tangan penguasa. Menurutnya, dua putusan MK ini—nomor 60 dan 70—yang dihadang oleh Baleg, tidak memiliki kaitan langsung dengan tugas legislasi, tetapi lebih kepada instruksi dari penguasa yang ingin mempertahankan cengkeraman politiknya.


"Negeri yang begitu besar ini telah diporak-porandakan oleh satu keluarga. Ini adalah kejahatan luar biasa. Jika tidak dijaga oleh Allah dengan rahmat-Nya, negeri ini sudah hancur. Rakyat sudah dilibas habis, tidak ada lagi yang terwakili sama sekali," tutup Azam Khan, menegaskan bahwa krisis ini adalah bukti nyata dari kekuasaan yang semakin tiranik dan mengabaikan suara rakyat.

Posting Komentar

Posting Komentar