CERITA PENDEK -Nurul memandangi wajah Irfan yang kini tampak berbeda, tak lagi segagah saat pertama kali mereka bertemu. Dulu, Irfan selalu datang dengan mobil mewah, senyum manis, dan kata-kata yang bisa melelehkan hati. Semua itu, ternyata, hanyalah ilusi yang dibalut kemewahan hasil keringat orang lain. Bagai seorang aktor yang bermain dalam sebuah panggung besar, Irfan berhasil memikat Nurul dengan penampilan yang penuh tipu muslihat.
Di balik wajah tampan dan mobil mewah itu, ada kebenaran yang tak terucapkan—kebenaran yang lama disembunyikan di bawah senyum manis dan janji-janji palsu. Mantan istri Irfan, wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya, masih setia mengirimkan uang setiap minggu untuk anak mereka. Uang itu, seharusnya digunakan untuk kebutuhan sang anak, namun sebagian disisihkan oleh Irfan dan diberikan kepada Nurul sebagai bukti cinta yang sejati. Tapi bagi Nurul, itu bukanlah cinta—itu adalah penipuan yang terang-terangan.
Nurul menatap Irfan dengan mata yang mulai terbuka, melihat segala kelemahan dan kebohongan yang selama ini tersembunyi di balik topeng kesempurnaan. "Irfan," suaranya bergetar, tapi penuh tekanan, "Kau mungkin bisa membohongiku dengan kata-kata manismu, tapi aku bukan wanita bodoh yang akan terus menerus termakan janji palsu. Mobil mewah yang kau banggakan itu, milik mantan istrimu, bukan milikmu. Uang yang kau berikan padaku, uang itu bukan hasil keringatmu, tapi kiriman dari wanita yang telah kau khianati. Bagaimana mungkin kau bisa berharap aku mempercayaimu lagi?"
Irfan terdiam, tak mampu membalas kata-kata Nurul. Ia tahu bahwa segalanya telah terbongkar, dan tak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Dulu, ia berjanji akan mencintai Nurul dengan tulus, namun janji itu kini tak lebih dari omong kosong yang hampa. Kata-katanya mungkin terdengar indah, tapi di balik itu, hanya ada kebohongan yang tak termaafkan.
"Nurul, aku bisa berubah," kata Irfan akhirnya, dengan nada yang penuh kepanikan. "Aku akan menjadi pria yang kau impikan. Aku janji, aku akan menebus semua kesalahanku."
Namun, Nurul sudah tak lagi bisa dibohongi. Ia takkan lagi terjebak dalam perangkap kata-kata yang kosong. "Tidak, Irfan," katanya dengan tegas, intonasinya penuh tekanan, seolah setiap kata adalah pukulan telak bagi Irfan. "Aku takkan hidup dalam kebohongan ini. Aku bukan wanita yang akan menerima cinta palsu, apalagi yang dibangun di atas penderitaan orang lain. Kau mungkin bisa menipu dirimu sendiri, tapi aku takkan membiarkan diriku tertipu."
Dengan langkah pasti, Nurul meninggalkan Irfan di sana, berdiri dalam kebingungannya sendiri. Ia sadar, bahwa cinta yang sejati bukanlah tentang janji-janji manis atau penampilan luar yang penuh tipuan. Cinta adalah tentang kejujuran, tentang keberanian untuk mengakui kebenaran, betapapun pahitnya. Dan Irfan, dengan segala kelemahannya, telah gagal memenuhi hal itu.
Malam itu, di bawah langit yang gelap, Nurul berjalan pergi dengan hati yang penuh ketegasan. Ia mungkin kehilangan cinta yang dulu ia impikan, tapi ia tahu bahwa ia telah menyelamatkan dirinya dari kehidupan yang penuh dengan kebohongan. Lebih baik berjalan sendiri dalam kebenaran, daripada terjebak dalam pelukan palsu yang hanya akan membawa kehancuran.
Karena, pada akhirnya, gajah mati meninggalkan gading, dan Nurul, dengan segala keberaniannya, meninggalkan kebohongan yang pernah ia kira sebagai cinta sejati.
@)([*]
Posting Komentar