no fucking license
Bookmark

Tanah yang Mengubur Harapan

 

Kepada Tanah yang Tak Pernah Menjadi Milikku
Cerita Pendek-Kosim terbaring di atas tanah yang telah ia garap dengan segenap hati dan jiwa. Tanah yang kini, entah bagaimana, justru menjadi beban paling berat dalam hidupnya. Menanam harapan, memupuk mimpi, hanya untuk menyaksikan semuanya tumbuh menjadi bayangan suram yang terus menghantuinya. Tanah ini, di mana akar-akar kehidupannya seharusnya merambat kuat, malah mencabik-cabik kesadarannya.

Kau percaya pada janji? Janji yang diucapkan dengan manis oleh seorang bernama Joni, seorang yang datang menawarkan solusi bagi segelintir mimpi yang terperangkap dalam tanah garapan. Ah, janji itu! Joni yang begitu yakin akan dapat mengatasi birokrasi busuk yang telah menenggelamkan hak milik Kosim, kini malah menjadikan tanah itu sebagai komoditas yang ia tawar-tawarkan pada siapa saja yang sudi mendengarnya. Tapi, siapa yang mau membeli mimpi yang telah busuk? Siapa yang sudi menyuntikkan dana untuk tanah yang keberadaannya saja diragukan?

Joni, dengan segala akalnya, berupaya menyelipkan tanah ini ke dalam dompet orang lain, tapi dompet mereka pun tak cukup besar untuk menampung kebusukan ini. Bukti jual beli yang ia pegang tak lebih dari selembar kertas tak bernilai, sebuah catatan takdir yang telah menipu Kosim dari awal hingga akhir. Kau berpikir tanah ini adalah milikmu, Kosim? Ah, betapa naif nya!

Tanah ini adalah medan perang, bukan ladang yang subur. Ini adalah tempat di mana mimpi-mimpi Kosim telah terkubur, di mana perjuangannya menjadi sia-sia, dan Joni hanyalah pedagang ilusi yang mempermainkan harapan orang lain. Tak ada yang mau membeli mimpi yang telah mati. Tak ada yang sudi menjadi sponsor dari sebuah kebohongan.

Dan Kosim? Ia masih di sini, terjebak dalam labirin tanah yang tak pernah benar-benar menjadi miliknya. Ke Malaysia ia tak bisa kembali; uangnya telah habis, rumahnya pun tak lebih dari sebuah kontrakan yang tak mampu ia bayar. Makan pun sulit, apalagi bermimpi untuk memiliki sesuatu yang nyata. Tanah ini, yang dulu ia percayai sebagai masa depannya, kini tak lebih dari kuburan yang menelan segala harapannya.

Menulis tentang hidup? Ah, mungkin menulis pun tak cukup untuk menggambarkan kehampaan yang kini melingkupi Kosim. Tak ada tinta yang cukup tajam, tak ada kata yang cukup kuat untuk menggambarkan keputusasaan ini. Kosim tak lagi memiliki apa-apa, bahkan tanah di bawah kakinya pun bukan miliknya. Dan Joni? Ia hanya seorang penjual mimpi, yang mungkin kini sedang mencari korban berikutnya. 

Kepada tanah yang tak pernah menjadi milikku, biarkan aku terbaring di sini, bukan sebagai pemilik, tetapi sebagai saksi dari kehancuran yang kau bawa. ? (*)

Posting Komentar

Posting Komentar