no fucking license
Bookmark

Demokrasi dalam Cengkraman Penguasa: "Dari Panggung Kolusi Hingga Wajah Plonga-Plongo"

 

Opini -Dalam bayang-bayang kekuasaan yang digenggam erat oleh penguasa, demokrasi yang kita harapkan sebagai landasan kebebasan dan keadilan, seakan hanya menjadi ajang pertunjukan. Memang benar, rakyatlah yang memilih para pemimpin mereka, tapi pemimpin seperti apa yang disodorkan kepada rakyat? Mereka adalah sosok-sosok yang dibentuk dan dipoles sesuai kehendak sang penguasa, demi melanggengkan cengkeramannya atas negeri ini.


Penguasa telah menciptakan sebuah sistem di mana anak-anak, kroni, dan koleganya dijadikan alat untuk melayani kepentingan yang lebih besar—apakah itu untuk kekuasaan pribadi atau demi mengabdi kepada kekuatan-kekuatan besar di balik layar, seperti para "Naga" dan kepentingan China yang selalu menjadi perbincangan. Demokrasi yang digembar-gemborkan hanyalah selubung untuk memperpanjang tangan-tangan kekuasaan yang sesungguhnya. Rakyat dipaksa memilih dari pilihan-pilihan yang telah dikondisikan, bukan dari hati nurani yang bebas.


Apakah ini yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin? Sebuah sistem di mana demokrasi itu sendiri justru dikendalikan oleh mereka yang berkuasa? Jika dulu, Orde Lama menggunakan kekuatan dan kekuasaan untuk menekan rakyat dan mempertahankan kepemimpinannya, kini kita dihadapkan pada sebuah drama baru yang dimainkan dengan wajah polos dan senyum yang plonga-plongo.


Kita ingat betul, bagaimana dulu ada semangat perubahan yang menggema, menentang Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Tapi, apa bedanya sekarang? Apakah hanya sekadar drama yang diperhalus, atau sebuah permainan baru yang lebih lihai dalam membodohi rakyat? Apakah spirit perubahan itu hanya menjadi bagian dari sejarah yang terus diulang dengan aktor berbeda?


Rakyat masih saja terjebak dalam sandiwara besar ini, yang dipertontonkan dengan kemasan baru, tapi dengan isi yang sama busuknya. Demokrasi kita seolah menjadi boneka dalam panggung besar kekuasaan, di mana naskah dan peran sudah ditentukan jauh sebelum tirai dibuka. 


Wahai penguasa tunggal, drama apa lagi yang hendak engkau pertontonkan kepada kami? Dan sampai kapan rakyat harus menjadi penonton yang tak berdaya?

Penulis @rofiq

Posting Komentar

Posting Komentar