OPINI -Pikiran ini semakin berat untuk ditahan. Ketika Gibran Rakabuming Raka melesat menjadi Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto, dan adiknya, Kaesang Pangarep, tiba-tiba didorong menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), lalu diusulkan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024, kita sebagai bangsa patut merasakan kegelisahan. Apakah ini memang jalan terbaik untuk masa depan Indonesia? Apakah keduanya siap menanggung beban berat ini?
Mari kita berbicara jujur. Gibran, yang baru dua tahun memimpin Kota Solo, tiba-tiba duduk di kursi nomor dua negeri ini. Sebuah pencapaian yang tidak bisa dianggap remeh, tetapi apakah ini semata karena kapasitasnya? Ataukah ada peran besar sang ayah, Joko Widodo, yang masih berkuasa, membuat jalan menjadi mulus? Rakyat mungkin tidak tahu pasti, tetapi mereka bisa merasakan ada sesuatu yang janggal.
Kaesang, yang belum pernah bersentuhan langsung dengan dunia politik, tiba-tiba melompat menjadi Ketua Umum PSI. Lebih dari itu, ia bahkan diusulkan menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Sungguh, ini bukan hal yang bisa dianggap sepele. Menjadi Gubernur Jakarta, kota dengan segala kompleksitasnya, membutuhkan lebih dari sekadar keberanian atau popularitas. Apakah Kaesang, yang lebih dikenal sebagai pengusaha dan selebriti media sosial, siap menanggung beban ini? Saya ragu.
Tidak bisa dipungkiri, mereka berdua—Gibran dan Kaesang—adalah anak-anak dari seorang Presiden yang berpengaruh. Namun, menjadi anak presiden tidak serta-merta membuat mereka matang dalam politik atau pemerintahan. Pengalaman dan kebijaksanaan dalam mengelola negara tidak bisa diwariskan begitu saja melalui darah, melainkan harus ditempa melalui waktu, kesalahan, dan pembelajaran yang mendalam.
Ketika Gibran, dengan pengalamannya yang terbatas, menjadi Wakil Presiden, apakah ia siap menghadapi serangan politik dari luar negeri? Apakah ia mampu melawan pengusaha besar yang bernafsu menguasai sumber daya alam kita? Apakah ia siap menghadapi situasi nasional yang semakin rumit? Kekhawatiran ini bukanlah hal yang bisa kita abaikan.
Demikian juga dengan Kaesang. Menjadi Gubernur DKI Jakarta bukanlah sekadar soal memenangi kontestasi politik. Ini tentang memimpin kota terbesar di Indonesia, yang merupakan miniatur dari kompleksitas seluruh negeri ini. Apakah ia siap mengelola masalah sosial, ekonomi, dan politik yang melilit ibu kota? Apakah ia memiliki kebijaksanaan untuk menghadapi tekanan dari berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun luar negeri? Melihat Kaesang yang belum matang dalam politik, rasanya kekhawatiran ini beralasan.
Kasihan rakyat. Mereka pantas mendapatkan pemimpin yang benar-benar paham dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi negeri ini. Pemimpin yang matang, berpengalaman, dan memiliki kebijaksanaan untuk memimpin bangsa ini keluar dari berbagai krisis.
Ini bukan tentang meremehkan Gibran dan Kaesang, tetapi tentang mempertanyakan kesiapan mereka dalam memimpin. Kita harus ingat, memimpin negara atau sebuah provinsi bukan hanya tentang memiliki nama besar atau koneksi politik, tetapi tentang memiliki kemampuan, visi, dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik.
Rakyat Indonesia berhak untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar mumpuni, bukan sekadar simbol dari dinasti politik. Kita harus terus waspada, terus mengkritisi, karena masa depan negeri ini tidak boleh diserahkan kepada mereka yang belum siap.
24 Agustus 2024
Penulis @rfq/mediaglobenasional.com






Posting Komentar