MEDIA GLOBE NASIONAL - BANYUWANGI -Tanggal 27 Juli 2021, sebuah tweet mengguncang jagat maya. Isinya? Sidang Kades Asmunik, kepala desa Temuguruh, Banyuwangi, yang terbukti melanggar aturan protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19. Ironisnya, hukuman yang dijatuhkan hanyalah denda Rp. 48.000 dan subsider 2 hari kurungan penjara.
Di saat warga berjuang menahan diri, mematuhi aturan ketat, dan bahkan berisiko menghadapi hukuman berat, Kades Asmunik justru menggelar pesta pernikahan anaknya di kantor balai desa. Pesta mewah itu berlangsung tanpa mengindahkan aturan jarak dan protokol kesehatan.
Unggahan tweet tersebut memicu gelombang amarah dan kekecewaan. Netizen ramai-ramai mengecam ketidakadilan yang terjadi. Bagaimana bisa seorang pemimpin desa, yang seharusnya menjadi contoh bagi warganya, dengan mudahnya melanggar aturan yang dia sendiri seharusnya menegakkan?
"Kurang tegas dan terukur apalagi coba..??", tulis @manchurianbow. "Masyarakat Semakin Tdk mau mengikuti Peraturan. Karena Hukum tdk Adil. Ada yg di Hukum Berat. Dan ada yg di Hukum Ringan. Kasusnya Sama...", tulis @rusdiyantina. "ini yg membuat orang Marah, Mudah nya hukum Buat permainan suka suka", tulis @JuliaFatma2.
Kasus ini mengungkap realitas pahit: hukum di Indonesia seolah menjadi "mainan" bagi mereka yang berkuasa. Aturan berlaku untuk rakyat, sementara para pejabat seakan kebal hukum. Hal ini tentu saja menggerogoti kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan keadilan.
Keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum adalah fondasi penting bagi negara yang demokratis. Kita harus menuntut agar hukum ditegakkan secara adil dan konsisten, tanpa pandang bulu. Semoga kasus Kades Asmunik menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak, agar tidak terulang kembali di masa depan. (*)
Posting Komentar