![]() |
| Gedung Gedung Tinggi Dibangun diarea Pemukiman yang Kumuh (ptret redaksi) |
MEDIAGLOBENASIONAL.COM -Potret Redaksi -Presiden Jokowi sering menggaungkan slogan "kerja, kerja, kerja" sepanjang masa jabatannya. Namun, apa sebenarnya yang sudah dihasilkan dari semboyan ini? Nyatanya, pertumbuhan ekonomi di negeri ini kian lamban, seolah berjalan di tempat. Alih-alih membawa kesejahteraan, pembangunan yang dilakukan justru terlihat tak masuk akal, terutama dengan mega proyek seperti ibu kota baru di Kalimantan Timur. Gedung-gedung besar nan fantastis memang dibangun, tapi biayanya tak kalah fantastis, dengan utang ribuan triliun yang nyaris menjerumuskan negeri ini ke dalam cengkeraman warga asing.
Kerja yang digembar-gemborkan, sayangnya, lebih banyak berujung pada utang. Ekonomi yang seharusnya tumbuh justru kian stagnan, tak berdaya, dan jauh dari kata berkualitas. Di balik semua slogan manis dan pidato penuh semangat, kenyataannya rakyat tetap harus menelan pil pahit.
"Kerja, kerja, kerja," katanya, tapi hasilnya mana? Gedung-gedung megah berdiri, tapi perut rakyat makin lapar," ujar seorang petani dari pelosok Jawa Timur yang sudah muak dengan janji-janji manis.
Seandainya dana yang digunakan adalah uang pribadi, mungkin segala pekerjaan itu akan dijalankan dengan lebih hati-hati dan hemat. Tapi sayang, uang rakyat seolah dijadikan bahan percobaan, digunakan tanpa pertimbangan matang. Dampaknya, negeri ini makin terpuruk, seolah tak ada jalan kembali. "Kalau memang ada hasilnya, kami tak perlu ribut. Tapi ini? Hanya utang, utang, dan utang!" tambah seorang pedagang kecil di Pasar Induk Jakarta yang semakin terhimpit oleh kebijakan ekonomi yang tak berpihak.
Rakyat yang sudah tercekik dengan pendapatan yang minim, masih harus dihadapkan pada berbagai kebijakan pemerintah yang semakin menekan. Dari pajak yang terus digenjot, hingga subsidi yang digulirkan dengan segudang syarat. Subsidi untuk pembelian kendaraan listrik, tarif KRL, hingga LPG yang harus menyertakan KTP, semua seolah hanya tambal sulam yang kian membebani rakyat kecil.
"Mereka bilang ini untuk kesejahteraan, tapi siapa yang sejahtera? Kami semakin sulit, padahal kami yang setiap hari membanting tulang. Mereka sibuk membangun, tapi apa peduli dengan kami yang hidup semakin susah?" keluh seorang buruh yang merasa suaranya tak pernah didengar oleh para pemimpin di istana.
Kalau kerja hanya menghasilkan utang, kapan rakyat bisa merasakan kemakmuran? Kalau setiap kebijakan hanya menambah beban, kapan ekonomi negeri ini bisa bangkit? Slogan "kerja, kerja, kerja" yang terus dilantunkan kini seolah tak lebih dari retorika kosong, sementara rakyat hanya bisa menunggu dengan harap-harap cemas, berharap negeri ini bisa keluar dari carut-marut yang tak berkesudahan. "Kami hanya ingin hidup layak, bukan hidup dalam bayang-bayang utang dan ketidakpastian," pungkas seorang ibu rumah tangga yang merasakan langsung dampak dari kebijakan pemerintah yang kian mempersulit hidup.
Potret Redaksi
editing @ rofiq




.jpeg)
.jpeg)


Posting Komentar