![]() |
| @rofiq bin Hasan |
Opini -Bangun! Bangun! Bangun! Itulah mantra yang terus didengungkan oleh pemerintah. Membangun infrastruktur, membangun ekonomi, membangun negara. Namun, di balik euforia pembangunan, tersembunyi bom waktu yang siap meledak: hutang negara yang terus menumpuk!
Kita diajak bermimpi tentang masa depan yang gemilang, tapi realitasnya, kita sedang membangun negara dari hutang! Jalan tol membentang luas, tapi rakyat masih terpuruk dalam kemiskinan. Kereta cepat melaju kencang, tapi akses pendidikan dan kesehatan masih terbatas.
Lihatlah, jalan tol yang membelah negeri ini. Melewati sawah, kampung, dan perkampungan kumuh. Membuat perjalanan lebih cepat, tapi apakah benar-benar mengurangi kesenjangan?
Bayangkan, seorang petani yang harus menjual sawahnya karena tergusur pembangunan jalan tol. Dia kehilangan mata pencaharian, terpaksa menjadi buruh dengan penghasilan pas-pasan. Apakah dia merasakan manfaat dari jalan tol yang dibangun dengan hutang negara?
Bayangkan, seorang ibu yang harus berjuang untuk mengantarkan anaknya ke sekolah di tengah mahalnya biaya hidup. Dia terbebani oleh hutang yang menumpuk, sementara penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apakah dia merasakan manfaat dari pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan?
Kok bisa penghasilan rakyat minim, hutang negara banyak, terus dibilang membangun? Siapa yang bayar hutang itu? Rakyat! Tapi, pekerjaan sulit, usaha sulit, pungli dimana-mana.
Bayangkan, seorang pedagang kaki lima yang harus berjuang untuk mendapatkan penghasilan di tengah maraknya pungli. Dia harus membayar retribusi, uang keamanan, dan berbagai macam pungutan lainnya. Apakah dia bisa berkembang dan meningkatkan perekonomiannya?
Bayangkan, seorang pengusaha kecil yang harus berjuang untuk mendapatkan modal di tengah sulitnya akses perbankan. Dia harus menghadapi berbagai macam persyaratan dan prosedur yang rumit, serta bunga pinjaman yang tinggi. Apakah dia bisa bersaing dan mengembangkan usahanya?
Pemerintah sibuk membangun infrastruktur triliunan rupiah, seperti Ibu Kota Negara baru, tapi tidak memperhatikan kondisi rakyat yang semakin terpuruk. Malah, harga pangan dan BBM terus merangkak naik, menambah beban hidup rakyat.
Hutang negara harus diukur dari kemampuan rakyat untuk membayar. Hutang harus diinvestasikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan untuk proyek-proyek megah yang hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Yang lebih parah, korupsi merajalela! Uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk membangun negara, justru dikorupsi oleh para pejabat. Hutang negara yang menumpuk, justru menjadi ladang bagi mereka untuk memperkaya diri.
Mana wakil rakyat? Kok diam saja? Kenapa tidak berani mengawasi dan mengontrol pemerintah?
Jangan biarkan hutang negara menjadi bom waktu yang menghancurkan masa depan bangsa!
Gimana, lebih hentakan kan? Semoga opini ini bisa membakar semangat kita untuk bersuara dan menuntut perubahan!
Ingat, kita harus bersatu untuk menuntut keadilan dan transparansi. Jangan biarkan negara ini terus diperbudak oleh ketamakan dan ketidakadilan.
penulis : @rofiq bin Hasan






Posting Komentar