no fucking license
Bookmark

Kau Datang Saat Pemilu, Lalu Menghilang: Begitu Murahkah Suara Kami?

 

[@rofiq bin Hasan] Opini - mediaglobenasional.com
Opini -Siapa pun kau, calon pemimpin yang sedang sibuk berlomba untuk duduk di kursi kekuasaan. Entah kau yang penuh janji manis atau kau yang berorasi dengan lantang soal perubahan. Kami, rakyat yang terus kau dekati saat pemilu tiba, sudah hafal permainanmu. Kau datang saat butuh, meminta suara, memohon kepercayaan. Tapi begitu kursi empuk kekuasaan itu berhasil kau rebut, ke mana kau? Hilang. Lenakan oleh kekuasaan yang dulu kau janjikan akan kau pakai untuk kami, tapi nyatanya hanya untuk dirimu sendiri.

Janji Manis, Realita Pahit

Di setiap sudut kampanye, wajahmu terpampang. Di jalanan, di layar televisi, di media sosial—kau datang seperti pahlawan. "Pilih aku," katamu, "aku akan memperjuangkan nasib kalian." Kau janjikan pekerjaan, kesejahteraan, keadilan. Tapi seberapa sering janji itu berubah jadi angin kosong yang hilang setelah kemenangan diraih? Berapa kali kami mendengar kata-kata manismu, hanya untuk menemukan bahwa setelah kau terpilih, kau lenyap dalam birokrasi yang bertele-tele?

Rakyat bukanlah boneka. Kami punya ingatan. Kami tahu bagaimana cara kalian bekerja. Sebelum suara diberikan, kau mengunjungi kami, berjabat tangan, tersenyum ramah, bahkan berjanji memperbaiki jalan-jalan rusak di desa terpencil. Tapi setelah pemilu selesai, jalanan tetap berlubang, harga sembako tetap melonjak, dan janji-janji tinggal janji.

Kau Butuh Saat Pemilu, Kami Butuh Setelah Itu

Lucunya, kalian hanya sibuk datang saat suara kami dibutuhkan. Saat hari pemilihan semakin dekat, kalian bak malaikat yang turun dari langit, peduli pada masalah rakyat. Kalian sibuk membangun citra diri, sibuk berkeliling dari kota ke kota, desa ke desa. Tapi, setelah terpilih, apakah kalian pernah ingat jalanan yang kalian lewati untuk kampanye? Apakah kalian peduli pada rakyat yang dulu kau janjikan keadilan?

Yang kami butuhkan bukan hanya pemimpin yang muncul menjelang pemilu, yang terlihat ramah saat suara dibutuhkan. Kami butuh pemimpin yang hadir setiap saat, yang sungguh-sungguh mendengarkan jeritan kami, bukan hanya saat dia butuh dipilih.

Egoisme Kekuasaan yang Menutup Mata

Kalian yang duduk di kursi kekuasaan, apakah pernah sekali saja mencoba melihat ke bawah? Apakah kalian benar-benar tahu apa yang kami alami? Atau, apakah kalian terlalu sibuk memikirkan agenda politik kalian sendiri? Terlalu sibuk dengan permainan kekuasaan hingga tak ada waktu untuk peduli pada rakyat yang telah mengangkatmu?

Kami, rakyat, bukan alat untuk sekadar digunakan saat pemilu. Suara kami adalah amanah, bukan barang murah yang bisa dibeli dengan janji-janji kosong. Kami butuh pemimpin yang tidak hanya muncul saat butuh, tapi juga hadir saat kami menjerit minta tolong, saat harga-harga melambung, saat pekerjaan susah didapat, dan ketika hidup kami semakin sulit.

Pemimpin yang Diharapkan, Bukan yang Hanya Mencari Suara

Pemimpin sejati tidak hanya datang saat butuh dipilih. Pemimpin sejati adalah mereka yang hadir untuk rakyat, dalam senang dan susah. Mereka yang tidak takut mendengar kritik, yang berani membuka mata pada realita, dan yang bersedia bekerja keras, bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau partainya, tetapi untuk kehidupan rakyatnya.

Jika kau yang sekarang sibuk berkampanye membaca ini, tanyakan pada dirimu sendiri: setelah semua janji yang kau berikan, akankah kau tetap ingat pada rakyat setelah kau duduk di kursi kekuasaan? Ataukah kau hanya akan menjadi satu lagi dari sekian banyak pemimpin yang datang saat butuh, lalu hilang begitu janji terpenuhi?

Suara kami adalah amanah, bukan sekadar angka di kertas suara. Jangan datang hanya saat butuh, lalu menghilang setelah kemenangan diraih. Jika kau ingin dihormati, jika kau ingin benar-benar menjadi pemimpin yang diingat, maka jadilah pemimpin yang ada untuk kami. Bukan hanya saat pemilu tiba, tapi setiap hari, dalam setiap masalah, setiap keluhan, dan setiap jeritan rakyatmu. [*]



Posting Komentar

Posting Komentar