no fucking license
Bookmark

Antara Janji dan Realita Pelantikan DPR

WAKIL RAKYAT BARU DILANTIK

OPINI - Aku tak tahu kenapa setiap pelantikan DPR terasa seperti pagelaran teater yang megah, namun sekaligus menggelisahkan. Di bawah langit kelabu gedung parlemen, mereka yang terpilih duduk di kursi empuk, berbalut jas formal, seolah mengantongi harapan rakyat. Namun, satu pertanyaan terlintas di benakku: Apakah mereka benar-benar memahami amanah yang mereka pikul? Bicara dengan mulut penuh janji, tapi beraksi dengan tangan kosong. 

Seperti yang kita tahu, DPR seharusnya menjadi wakil rakyat, jembatan antara suara masyarakat dan pengambil keputusan. Namun, bagi banyak orang, pelantikan ini hanya ritual yang terulang. Janji manis selama kampanye, sorak sorai ketika diambil sumpah, lalu hening. Di luar gedung, suara-suara rakyat kecil tak terhitung jumlahnya, bergumul dengan kehidupan sehari-hari, berjuang untuk mencukupi kebutuhan, sementara harga-harga kebutuhan pokok terus melambung. Di mana janji kesejahteraan yang seharusnya menjadi hak mereka?

Kursi-kursi parlemen itu, di satu sisi, adalah simbol kekuasaan. Tapi apakah mereka yang duduk di atasnya benar-benar mengerti arti dari kekuasaan itu? Ataukah mereka hanya terjebak dalam kenyamanan, lupa akan tanggung jawab yang menyertai jabatan mereka? Aku melihat di warung kopi, para pedagang kecil bercerita tentang harapan mereka. Mereka bukan hanya sekadar nama dalam daftar pemilih; mereka adalah jiwa-jiwa yang merindukan perubahan nyata.

Setiap kali pelantikan berlangsung, aku teringat pada Kanjeng Ratu Roro Kidul yang pernah berkata, “Kekuasaan itu temporer, tetapi kerusakan yang ditimbulkan bisa abadi.” Jika para wakil rakyat ini tidak segera beraksi, kita akan terus menyaksikan sandiwara yang membosankan. Rakyat membutuhkan tindakan, bukan sekadar retorika yang manis. Mereka menunggu pemimpin yang mampu mendengar, yang mau turun ke lapangan dan merasakan langsung denyut nadi kehidupan masyarakat.

Kita butuh wakil rakyat yang tulus, yang mengerti dan menghadapi kesulitan sehari-hari. Pelantikan ini harus menjadi momen bersejarah, bukan sekadar acara tanpa makna. Seperti ketika aku ngopi di warung, aku ingin mendengar cerita dan harapan dari mereka yang berjuang. Seperti Masluhat yang duduk di depanku, selalu ada harapan dalam setiap percakapan. Kami, sebagai rakyat, butuh kehadiran mereka, para wakil yang tidak hanya duduk di kursi empuk, tetapi juga berkeliling, mendengarkan, dan memahami.

Wahai para wakil rakyat, turunkanlah kaki kalian dari kursi itu. Sapa rakyat, dengar suara mereka, hadapi masalah-masalah yang ada. Pelantikan ini bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan yang panjang. Sekaranglah saatnya membuktikan, apakah kita akan melihat perubahan nyata, atau hanya sebuah teater yang semakin kehilangan makna.

Ketika panggung ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan, ingatlah: rakyat tidak akan terus menunggu. Mereka ingin melihat aksimu, bukan sekadar mendengar kata-kata manis yang tanpa substansi. Seperti dalam setiap obrolan di warung kopi, mari kita hadapi kenyataan ini bersama-sama.


penulis : @rofiq




Posting Komentar

Posting Komentar