OCCRP: Kredibilitas atau Kontroversi?
Laporan OCCRP, yang konon didasarkan pada masukan masyarakat, langsung menuai reaksi keras. Azam Khan, Sekjen TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis), dalam wawancara eksklusif dengan media Globe, Selasa, 21 januari 2025, menyebut laporan tersebut sebagai tamparan keras bagi harga diri bangsa. Dalam wawancara eksklusif, ia menyatakan, “Sebagai warga negara Indonesia, penghinaan ini tidak bisa dibiarkan. KPK harus segera memanggil Jokowi untuk mengklarifikasi tuduhan ini secara transparan.”
Bagi Azam, kasus ini lebih dari sekadar nama baik. Ia melihat ini sebagai momentum penting untuk membuktikan integritas lembaga hukum, khususnya KPK, yang belakangan kerap disorot.
Azam Khan tak segan menggunakan analogi untuk menjelaskan pandangannya. “Bayangkan seorang anak yang diberi kasih sayang sejak kecil, lalu saat dewasa justru mengambil sertifikat rumah orang tuanya dan menggadaikannya. Apa yang dirasakan? Marah, kecewa, sakit hati. Rakyat Indonesia merasa seperti itu sekarang,” katanya lugas.
Ia juga menyoroti perjalanan politik Jokowi, dari pengusaha mebel hingga menjadi presiden dua periode. “Diangkat oleh partai, diberi kepercayaan dua kali, tetapi justru mengkhianati rakyat dan partai yang mendukungnya. Manipulasi ini tidak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk bagi bangsa,” tegasnya.
Langkah Azam melaporkan Jokowi ke KPK menjadi ujian tersendiri bagi lembaga antirasuah tersebut. Namun, di tengah revisi undang-undang yang dianggap melemahkan KPK, publik skeptis apakah lembaga itu mampu menjalankan tugasnya secara independen.
“Kalau KPK tak bisa bertindak tegas, bagaimana rakyat bisa berharap ada keadilan? Kita bicara tentang manipulasi kebijakan yang merugikan rakyat,” ujar Azam.
Kritik terhadap KPK seolah menjadi gema kegelisahan masyarakat yang merasa lembaga itu kini kehilangan taringnya. Meski demikian, Azam tetap optimis bahwa keadilan, lambat laun, akan terungkap.
“Kita pernah melihat bagaimana Namrud dan Firaun jatuh oleh kehendak Allah. Kalau Tuhan berkehendak, siapa pun bisa tersungkur,” katanya dengan nada penuh keyakinan.
Namun, ia juga menggarisbawahi lemahnya dukungan publik terhadap upaya ini. “Kalau hanya satu-dua orang yang bersuara, ini sulit. Harus ada gerakan kolektif dari masyarakat untuk menuntut transparansi,” tambahnya.
Azam menyarankan Jokowi untuk tidak tinggal diam. Menurutnya, langkah hukum, baik somasi terhadap OCCRP maupun pengajuan kasus ini ke pengadilan internasional, perlu diambil jika Jokowi ingin membersihkan namanya. “Kalau memang tidak bersalah, buktikan di forum hukum. Jangan hanya diam karena itu akan menimbulkan lebih banyak spekulasi,” ujarnya.
Kontroversi ini menjadi ujian besar bagi wajah hukum dan politik Indonesia. Jika tidak diusut tuntas, kepercayaan publik terhadap lembaga negara akan terus terkikis. Sebaliknya, jika tuduhan ini berhasil dibantah, Indonesia berpeluang memperbaiki citra di kancah internasional.
Seperti yang dikatakan Azam Khan, “Ketika kebohongan menjadi biasa, itulah awal kehancuran sebuah bangsa. Jangan biarkan manipulasi terus menodai masa depan kita.”
Laporan OCCRP mungkin hanyalah sebuah awal. Namun, ujung cerita ini akan ditentukan oleh keberanian lembaga hukum dan partisipasi aktif masyarakat. Karena pada akhirnya, sejarah akan mencatat siapa yang berdiri di sisi kebenaran. [*]






Posting Komentar