![]() |
Paste |
Saat Spiritualitas Membangun Benteng Diri
Empat hari setelah Hari Saraswati, umat Hindu kembali merayakan Pagerwesi. Jika Saraswati adalah perayaan turunnya ilmu pengetahuan, maka Pagerwesi adalah benteng yang menjaga ilmu itu tetap suci. Kata Pagerwesi sendiri berasal dari "pager" (pagar) dan "wesi" (besi), yang melambangkan perlindungan diri dari pengaruh negatif.
"Pagerwesi mengingatkan kita bahwa ilmu tanpa perlindungan spiritual hanyalah cahaya yang rentan padam," ujar seorang pemangku di Ubud.
Di berbagai desa adat, umat Hindu menggelar persembahyangan di pura keluarga hingga pura besar. Persembahan canang, dupa yang mengepul, serta doa-doa suci menghiasi pagi buta di Pulau Dewata. Namun, di balik keagungan ritual ini, ada pertanyaan besar: apakah generasi muda masih memahami esensinya?
Generasi Muda: Antara Tradisi dan Modernisasi
Di era media sosial, di mana segala sesuatu bisa dijelaskan dalam hitungan detik lewat video singkat, makna Pagerwesi menghadapi tantangan besar. Komang Aditya, seorang mahasiswa di Denpasar, mengaku bahwa banyak kawannya lebih fokus pada tampilan luar perayaan ketimbang maknanya.
"Kami tetap sembahyang, tapi kadang lebih sibuk mengabadikan momen untuk Instagram," katanya sambil tersenyum.
Namun, ada juga yang justru berusaha menjaga nilai luhur Pagerwesi tetap hidup. Ni Wayan Sari, seorang guru spiritual, mulai mengadakan diskusi daring tentang filosofi Pagerwesi, menarik perhatian generasi muda yang lebih akrab dengan layar ponsel ketimbang kitab suci.
"Kalau kita tak menyesuaikan cara menyampaikan ajaran ini, nanti Pagerwesi hanya tinggal ritual tanpa makna," ujarnya.
Lebih dari Sekadar Hari Libur
Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Pagerwesi sebagai dispensasi hari libur bagi umat Hindu, termasuk tahun ini yang jatuh pada Rabu, 12 Februari 2025, dan Rabu, 10 September 2025. Tapi, apakah libur ini dimanfaatkan sebagai refleksi spiritual, atau justru sekadar hari santai?
Di beberapa daerah, ada kekhawatiran bahwa perayaan semakin kehilangan rohnya. "Dulu Pagerwesi itu momen sakral. Sekarang, banyak yang menjadikannya sekadar momen kumpul-kumpul," keluh Jero Mangku, seorang pemuka agama di Bangli.
Namun, tidak sedikit yang optimistis bahwa selama ada upaya untuk mengedukasi generasi muda, Pagerwesi akan tetap kokoh sebagai pagar besi spiritual bagi umat Hindu.
Menjaga Cahaya di Tengah Kegelapan
Di dunia yang semakin sibuk dan bising, mungkin Pagerwesi adalah pengingat: bahwa ilmu tanpa kebijaksanaan hanya akan tersesat, bahwa kemajuan tanpa spiritualitas bisa menjadi kehampaan.
Dan di Bali, saat dupa membumbung ke angkasa dan doa-doa dipanjatkan, Pagerwesi tetap berdiri kokoh—seperti pagar besi yang menjaga cahaya agar tidak padam.
Posting Komentar