no fucking license
Bookmark

Di Balik Antrian Panjang Pajak, Rakyat Sudah Taat… Lalu Negara?

 

Beginilah wajah ketaatan yang sering luput dari sorotan. Di Bank Jatim Genteng, Banyuwangi, rakyat datang berbondong-bondong, rela duduk berjam-jam dari pagi pukul 08.00 sampai 12.00, lalu disambung lagi antrean malam pukul 18.00 hingga 20.00. Semua demi satu hal sederhana: membayar pajak.

Tak ada yang mengeluh keras, tak ada yang mencari alasan untuk lari. Pajak motor telat? Dibayar. Ada denda? Tetap dibayar. Karena rakyat tahu, negara butuh pemasukan, dan kewajiban harus ditunaikan.

Rakyat sudah tunjukkan kelasnya. Taat, rapi, dan patuh pada aturan.

Namun, pertanyaan besarnya justru berbalik:

ketika rakyat sudah taat pada pajak… apakah pengelolanya juga taat pada amanah?

Antrian ini bukti bahwa masyarakat tidak pernah mangkir. Mereka bayar pajak tepat waktu, bahkan sampai malam hari, karena sistem yang terbatas memaksa mereka menunggu. Tapi hasil dari pajak itu—yang seharusnya kembali ke rakyat dalam bentuk layanan yang layak, jalan yang baik, fasilitas publik yang manusiawi—sering kali seperti hilang di tikungan.

Rakyat membayar pajak tanpa menawar.

Rakyat membayar denda tanpa protes.

Rakyat ikut aturan tanpa banyak suara.

Yang dipertanyakan bukan ketaatan rakyat, tapi ketaatan pengelola pajak dalam memenuhi hak-hak rakyat.

Sebab di negara mana pun, pajak memang wajib. Tapi pengelolaannya harus jujur, transparan, dan tepat sasaran.

Antrian panjang di Bank Jatim Genteng ini bukan sekadar foto.

Ini cermin.

Bahwa rakyat sudah melakukan bagiannya—bahkan lebih.

Sekarang giliran negara menjawab:

Apakah pajak yang dibayar dengan susah payah ini benar-benar kembali kepada mereka?

Posting Komentar

Posting Komentar