no fucking license
Bookmark

Di Sebalik Tempe




MEDIA GLOBE- UNEG UNEG REDAKSI- Konon menurut para dewa, tempe adalah makanan aseli Nusantara yang sekarang mulai ramai hendak diklaim oleh negara lain. Tempe berbahan baku kedelai, hanya kedelai. Tak ada satu pun bahan lain yang menyertainya. Bumbunya pun hanya satu, ragi.

Membuat tempe tidaklah mudah. Ada pantangan-pantangan tertentu yang harus dipatuhi agar hasil produksi tempe menjadi baik, tidak busuk. Di antara pantangan-pantangan itu ialah;

1. Air yang digunakan harus benar-benar bersih. Tidak boleh tercampur oleh zat-zat lain semisal cipratan minyak, unthuk sabun, dan sebagainya. Jika tanpa sengaja air yang digunakan saat produksi tercampur dengan minyak misalnya, meskipun hanya sedikit, maka besar kemungkinan tempe akan gagal panen.

2. Alat-alat yang digunakan harus steril. Anda boleh mencoba saat membuat tempe, entong yang digunakan mengaduk kedelai atau sendok yang digunakan menjumput ragi tidak steril, sangat beresiko tempe akan busuk.

3. Orang yang sedang memproduksi tempe, saat melakukan proses terutama saat mencampur kedelai dengan ragi dilarang menggunjing orang lain atau berbicara yang tidak baik. Jika pantangan ini dilanggar, maka kedelai akan gagal menjadi tempe.

4. Jika yang memproduksi tempe adalah seorang wanita, maka harus sedang tidak dalam keadaan menstruasi. Kelihatannya tidak ada hubungannya antara tempe dengan menstruasi. Tapi jika pantangan ini tidak diindahkan, maka kegagalan membuat tempe besar kemungkinan terjadi.

Demikian di antara pantangan ketika memproduksi tempe. Awalnya saya menganggap ini sebagai mitos yang berlebihan. Namun ketika di Yayasan saya ikut keterampilan membuat tempe dan di sekolah juga ikut ekskul yang fokus di bidang produksi makanan yang salah satunya adalah tempe, mitos-mitos itu menjelma menjadi nyata.

Namun uniknya, setelah kedelai berubah menjadi tempe dengan melalui seleksi mistis yang ketat, ia tak perlu lagi diperlakukan secara spesial. Yang namanya tempe, mau diolah jadi masakan apa pun rasanya pasti nikmat. Mau digoreng tanpa tepung, digoreng dengan tepung, ditumis, dibuat keripik, sayur lodeh, sate tempe, atau apa pun saja, tetap nikmat. Bahkan jika tempe sudah melewati masa aktif dan mulai memasuki masa tenggang, hampir busuk, ia bisa diolah menjadi sambal bacem. Tetap nikmat.

Apa makna dari fenomena ini, pemirsa?

Jika tempe yang hasil cipta, karya, dan karsa manusia saja bisa sedemikian unik dan membahagiakan ketika diolah dengan baik, teliti, dan memperhatikan kaidah-kaidah produksi menurut logika manusia irrasional, maka semestinya agama pun demikian. Jika agama diolah dengan peralatan yang steril, dikerjakan oleh orang yang berusaha menghindari setiap pantangan, maka produk yang dihasilkan pun pasti akan nikmat dan bisa dijadikan olahan apa saja.

Kenapa agama menjadi menakutkan? Karena tidak semua alat yang digunakan steril. Tidak semua tangan yang mengolah dalam keadaan bersih. Bahkan ragi yang dijadikan bumbu terkadang sudah jamuran.

Maka pemirsa, mari kita memasyarakatkan tempe, dan men-tempe-kan masyarakat. (Kang Juli Ailepyu)