no fucking license
Bookmark

Kontroversi Putusan MK No. 90: Kepala Daerah Dapat Mencalonkan Diri sebagai Cawapres di Bawah Usia 40 Tahun

 


Sekjen TPUA, Azamkhan : KPU Digugat, PKPU Diperkarakan, dan Ketua MK Dilaporkan ke Kapolda

Tanggal: 13 November 2023


Oleh: [AZAMKHAN, ADVOKAT]

MEDIAGLOBENASIONAL.COM - JAKARTA, [13/11/2023] - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90 yang menyatakan bahwa kepala daerah dapat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) meskipun berusia di bawah 40 tahun, telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Meskipun putusan MK memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat, beberapa pihak menganggap bahwa keputusan ini dapat merusak sistem negara.

Dalam putusan MK No. 90, dijelaskan bahwa calon cawapres tidak diwajibkan untuk berusia minimal 40 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini memungkinkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai cawapres, asalkan memenuhi persyaratan lainnya.

Namun, kontroversi muncul ketika beberapa pihak menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Peraturan KPU (PKPU) terkait dengan implementasi putusan MK No. 90. Mereka berpendapat bahwa KPU dan PKPU harus mengikuti putusan MK secara tegas, tanpa adanya penafsiran atau perubahan dalam peraturan yang ada.

Selain itu, ada juga laporan yang dilakukan terhadap Ketua MK ke Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) terkait dengan putusan ini. Beberapa pihak berpendapat bahwa putusan MK No. 90 melanggar ketentuan undang-undang yang ada dan merusak sistem negara. Oleh karena itu, mereka berharap agar pihak berwenang dapat mengkaji ulang putusan tersebut.

Sebagai respons terhadap kontroversi ini, Sekretaris Jenderal Tim Pembela Ulama dan Aktifis (TPUA) dijadwalkan akan mengunjungi MK 14 November 2023. TPUA berencana untuk menyampaikan keberatan mereka terhadap putusan MK No. 90 dan meminta agar putusan tersebut dikaji ulang.

Namun, perlu diingat bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat. Jika ada perubahan yang diinginkan dalam sistem negara, perubahan tersebut harus melalui proses yang sesuai dengan hukum dan mekanisme yang berlaku, seperti melalui proses legislasi di DPR.

Kontroversi ini menunjukkan pentingnya diskusi terbuka dan pemahaman yang mendalam tentang putusan MK serta peraturan yang ada. Masyarakat diharapkan untuk terlibat dalam proses hukum dan memberikan masukan melalui jalur yang telah ditetapkan, jika mereka memiliki keberatan atau saran terkait dengan peraturan yang ada.

Dalam menghadapi perubahan dan kontroversi, penting bagi kita semua untuk memahami dan menghormati proses hukum yang berlaku. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa perubahan yang terjadi dalam sistem negara didasarkan pada prinsip keadilan dan kepentingan bersama.


Sumber: [TPUA, Tim Pembela Ulama dan Aktifis]


Posting Komentar

Posting Komentar