no fucking license
Bookmark

Terjebak di Bayang-bayang Cemburu: Ketika Penulisan Berita Terhenti

 


Khawatir dan cemburu akan hubunganku dengan narasumber cantik saat melakukan wawancara, dia meminta aku menghentikan kegiatan menulis berita. Aku takut untuk dicurigai dan akhirnya mengikuti permintaannya.
MEDIAGLOBENASIONAL.COM


Sebelum tahun 2010, aku hidup dalam gemerlapnya dunia penulisan berita. Setiap hari, kata-kataku menari di atas kertas dan mampu menyihir para pembaca. Sebuah karier yang membanggakan, dihiasi dengan berbagai penghargaan dan apresiasi dari rekan-rekan seprofesi. Namun, segalanya berubah ketika aku bertemu dengan wanita kedua dalam hidupku.

Dia adalah wanita yang penuh kasih sayang, namun juga penuh ketakutan. Khawatir dan cemburu akan hubunganku dengan narasumber cantik saat melakukan wawancara, dia meminta aku menghentikan kegiatan menulis berita. Awalnya, aku mencoba meyakinkannya bahwa semuanya hanya sebatas profesionalitas.
 
Tapi, dia tetap takut akan kemungkinan ada hubungan lebih dari sekadar itu. Karena tak ingin merusak hubungan yang telah kita bina, aku akhirnya menuruti permintaannya.

Sejak saat itu, kehidupanku berubah. Aku tidak lagi merasakan ritme berita yang dulu begitu kental dalam hidupku. Walaupun usiaku terus beranjak tua, rasa rindu terhadap dunia yang akrab itu tidak pernah hilang. Aku merindukan sensasi mengejar berita, wawancara dengan tokoh-tokoh penting, dan kemampuan untuk menginspirasi melalui tulisan-tulisanku.

Baca Juga : pers-dari-nabi-nuh-hingga-demokrasi

Hidupku diwarnai dengan kisah seorang wanita yang kebetulan berprofesi sebagai spiritualis dan pengusaha perawatan sauna, obat-obatan, dan spa. Aku tak tahu banyak tentang penghasilannya, apakah semuanya halal ataukah ada yang haram.
Aku baru mengenalnya dan tidak tahu riwayat hidupnya yang terdahulu. Semua itu masih misteri bagiku, karena dia tampaknya menyembunyikan masa lalunya dengan sangat rapat. Mungkin dia tidak memiliki buku catatan harian setebal
yang aku punya.

Di rak bukuku, puluhan buku harian tebal tersusun rapi, menunggu untuk menjadi monumen setelah aku tiada. Sejak adanya komputer, aku memang jadi malas menulis dengan tangan. Padahal tulisan tanganku cukup bagus, dan aku termasuk orang yang rajin menulis.

Namun kini, narasi kecil ini hanyalah fragmen dari kehidupan yang tak menakjubkan, jauh dari gemerlap dunia penulisan berita yang dulu pernah kucintai.
Tahun 2017, hubungan kami berakhir. Berpisah dengannya memberiku kesempatan untuk mencoba kembali ke dunia yang pernah kutinggalkan. Aku mencoba kembali menulis berita, berharap bisa menghidupkan kembali semangat yang dulu begitu menggebu-gebu.

Namun, dunia penulisan telah berubah. Para penulis baru yang handal dan penuh semangat telah muncul, menggantikan posisi yang dulu pernah aku pegang. Aku merasa tertinggal jauh di belakang, tidak lagi relevan dalam industri yang terus berkembang.

Setiap kali aku berusaha untuk kembali menulis, entah itu untuk blog pribadi atau sekadar mengabadikan pemikiran harian, aku merasa seperti mencoba membangkitkan kembali semangat yang sudah lama redup. Dunia penulisan telah berubah sejak aku meninggalkannya, dan aku merasa tertinggal jauh di belakang. Teknologi memang memudahkan, namun semangat dan kecintaan pada proses menulis yang sebenarnya masih sulit untuk kembali aku rasakan sepenuhnya.

Meskipun begitu, ada bagian dalam diriku yang selalu merindukan keriuhan ruang redaksi, aroma kopi yang menguar di udara, dan diskusi panjang tentang berita terkini. Aku merindukan ketegangan saat mencari fakta yang tepat, dan kepuasan saat berhasil menuliskannya dengan baik. Itu semua adalah bagian dari hidupku yang dulu begitu kuat terasa.
Namun, aku juga memahami bahwa kehidupan tak selalu berjalan sesuai rencana. Ada saatnya kita harus mengalah demi cinta dan keharmonisan.
Aku memilih untuk mengikuti hati nurani dan menjaga kedamaian dalam rumah tangga kami. Meskipun aku tak lagi menulis berita, aku masih
aktif menulis hal-hal lain yang mungkin tidak sehebat karier jurnalistikku dulu, namun tetap menggugah hati dan mempertahankan naluriku sebagai penulis.

Di antara buku harian tebal yang menumpuk di rak, ada cerita-cerita kehidupan pribadi, pemikiran tentang dunia, dan refleksi atas perubahan-perubahan dalam diriku. Aku menemukan kebahagiaan dalam menulis untuk diriku sendiri, tanpa tekanan untuk memenuhi deadline atau mengejar berita terbaru.

Mungkin suatu hari nanti, ketika semua sudah berakhir, buku-buku harian ini akan menjadi monumen yang menunjukkan perjalanan hidupku. Bagi generasi mendatang, mungkin mereka akan menemukan inspirasi dari apa yang telah aku tulis. Meskipun aku tidak lagi aktif di dunia penulisan berita, aku masih mengharapkan agar tulisanku bisa mencerahkan dan menginspirasi, sebagaimana dulu aku lakukan melalui tulisanku yang dulu begitu disegani.

Keputusanku untuk berhenti menulis berita adalah keputusan yang berat, namun demi cinta dan rasa hormat
kepada pendamping hidupku, aku rela melepaskannya. Kini, aku menjalani hari-hari dengan menciptakan narasi-narasi kecil yang, meskipun tak menakjubkan, tetap memiliki makna mendalam bagi diriku sendiri. Aku berharap, pada akhirnya, semua ini akan menjadi kisah yang layak diceritakan, bahkan ketika aku sudah tiada.
@rofiq, mediaglobenasional
Posting Komentar

Posting Komentar