MEDIAGLOBENASIONAL.COM- Blambangan - Banyuwangi - Di balik keagungan sejarah Kerajaan Blambangan, kisah Prabu Tawang Alun menjadi poros utama. Kerajaan Macanputih, yang kekuasaannya meluas hingga batas yang tak terduga, mengisyaratkan sebuah kebesaran yang menakutkan. Mereka selalu menang dalam perang, prajuritnya gagah berani, dengan senjata berlapis emas yang menunjukkan kemakmuran dan kejayaan. Perdagangan pun terjalin erat dengan bangsa Eropa, Cina, Arab, dan berbagai kerajaan di Nusantara.
Blambangan bukanlah sekadar fiksi. Nama besar ini seringkali disandingkan dengan julukan Tawangalun I, Tawangalun II, hingga Tawangalun III. Reruntuhan bekas Kerajaan Macanputih menjadi saksi bisu, namun tak pernah kehilangan suara. M. Hidayat Wirabumi mengisahkannya sebagai epos besar yang dimulai dari pertengahan abad ke-16, mengukir sejarah dengan antusiasme, cinta yang keras kepala, dan kegigihan yang luar biasa.
Penulisan sejarah Blambangan bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan dedikasi yang tinggi, seolah bangun tidur yang berkelebat di pikiran bukanlah anak istri, melainkan Blambangan. Keseluruhan cerita mencakup segala aspek, tidak ada yang ecek-ecek.
Salah satu aspek yang menarik adalah istilah Osing, Wong Blambangan, dan Wong Banyuwangen. VOC mencap Osing sebagai pribumi yang tidak pro-VOC, mereka yang hidup di luar pagar Pendopo Banyuwangi. Sementara itu, mereka yang berada di dalam istana menyebut diri Wong Banyuwangen, tetapi dilarang oleh VOC untuk mengidentikkan diri sebagai Wong Blambangan. Nama Blambangan sengaja dihapus dan diganti dengan Banyuwangi.
Kejayaan Kerajaan Macanputih dan Blambangan adalah warisan sejarah yang penting. Identitas budaya masyarakat Osing terus dikenang dan dibicarakan, menjadi bukti nyata dari kejayaan yang pernah ada di tanah Banyuwangi. Sejarah ini terus bersambung, mengingatkan kita pada masa lalu yang gemilang dan warisan yang tak boleh dilupakan.
"Blambangan ada, bukan fiksi. Jangan dibingungkan dengan julukan Tawangalun I, Tawangalun II, Tawangalun III. Reruntuhan bekas Kerajaan Macanputih menjadi saksi. Tidak bisu. Terus-menerus harus dibicarakan. Oleh M. Hidayat Wirabumi. Menjadi epos besar kalau ditulis begini. Dimulai dari pertengahan abad ke-16. Tidak semua bisa menulis berdasarkan sejarah. Antusiasme, cinta yang keras kepala, dan gigih. Ibaratnya, bangun tidur yang berkelebat pertama di pikiran bukan anak istri, tapi Blambangan. Secara keseluruhan, mencakup semua. Bukan yang ecek-ecek."
Misalnya memperuncing istilah Osing, Wong Blambangan, Wong Banyuwangen. Sebetulnya suka disebut yang mana gak masalah. VOC mencap Osing untuk pribumi yang tidak pro VOC. Mereka yang hidup di luar pagar Pendopo Banyuwangi. Sementara mereka yang di dalam istana menyebut dirinya Wong Banyuwangen. Tapi mereka dilarang VOC mengidentikkan diri Wong Blambangan. Sebab nama Blambangan, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dihapus dari peredaran. Sengaja dihapus, diganti Banyuwangi. Begitulah. Jelas ini bersambung. (*)
Posting Komentar