GLOBE - OPINI -Masih ingatkah dalam benak kita bahwa di tengah hiruk-pikuk gerakan boikot terhadap produk dan jasa asal Israel, Indonesia justru mencatat peningkatan signifikan dalam impor dari negara tersebut? Gerakan boikot ini merupakan respons global terhadap agresi Israel yang terus berlangsung terhadap Palestina, menciptakan kontradiksi yang menimbulkan banyak pertanyaan.
Pertanyaan besarnya adalah, seberapa serius kah komitmen kita terhadap boikot ini ketika angka-angka menunjukkan lonjakan impor? Menurut laporan Al Jazeera pada Jumat (21/6/2024), serangan yang dimulai pada 7 Oktober 2024 telah menewaskan 37.431 warga Palestina dan melukai 85.653 lainnya. Tak hanya itu, 152 jurnalis juga tewas akibat serangan Israel, menggambarkan betapa brutalnya konflik ini.
Pertanyaan lagi, apakah tindakan Indonesia ini tidak menodai dukungan kuatnya terhadap Palestina? Indonesia secara tegas menolak pendudukan Israel di Palestina, namun mengapa masih terjadi perdagangan yang signifikan dengan Israel? Konflik ini bermula sejak berdirinya Israel pada 1948 dan hingga kini, darah masih terus mengalir di Jalur Gaza
Meski berbagai upaya perdamaian telah dilakukan, Israel sering mengabaikan kesepakatan yang dicapai. Indonesia, yang berlandaskan Pembukaan UUD 1945, mendukung kemerdekaan semua bangsa yang tertindas dan menolak segala bentuk penjajahan. Dengan politik luar negeri yang independen dan aktif, Indonesia selalu membela hak-hak rakyat Palestina.
Namun ironisnya, di balik ketegasan sikap diplomatik tersebut, Indonesia diam-diam mengimpor barang dari Israel. Meskipun pemerintah Indonesia berkomitmen tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum kemerdekaan Palestina diakui, hubungan perdagangan tetap berjalan. Data terbaru dari Kementerian Perdagangan (Kemendag RI) menunjukkan lonjakan 336% dalam impor dari Israel ke Indonesia pada periode Januari hingga April 2024, mencapai US$29,2 juta atau setara Rp479,6 miliar.
Sebaliknya, ekspor Indonesia ke Israel justru menurun 0,8% menjadi US$52,5 juta atau Rp865,07 miliar (asumsi kurs Rp16.477/US$) secara tahunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa Indonesia masih membutuhkan beberapa komoditas dari Israel, seperti peralatan dan suku cadang pemanas dan pendingin, boiler dan suku cadang pembangkit uap, pompa untuk cairan dan suku cadangnya, alat untuk digunakan dengan tangan atau mesin, hingga peralatan dan suku cadang telekomunikasi.
Apakah kebutuhan Indonesia akan barang-barang ini menunjukkan bahwa kontak perdagangan antara kedua negara tetap terjaga meski hubungan diplomatik resmi tidak ada? Tulisan ini tidak sedang menghukumi atau menghakimi tindakan impor ini, tetapi sekadar meneropong dan memotretnya dari sudut perilaku manusia dan budaya kemanusiaannya.
Sekali lagi, tulisan ini juga tidak sedang mengutuk atau menyumpahserapahi tindakan impor ini, tetapi lebih mengajak kita semua untuk bercermin dan merenungkan realitas yang ada. Akhirnya, kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri kepada Yang Maha Kuasa atas liku-liku hidup dan kehidupan yang kadang penuh dengan kontradiksi.
@rofiq, redaksi/ mediaglobenasional.com
Posting Komentar