![]() |
Foto : Haji, Ismaun dan Bu Ismaun |
"Setiap minggu pasti ada pengiriman. Kalau ada permintaan dari pengerajin, seperti di Lumajang, Kalimantan, atau Bali, ya kita kirim ke sana," ungkap Haji Ismaun, menegaskan perannya yang krusial dalam rantai pasokan bahan baku kok dan kerajinan Bali. Bisnis yang ia rintis sejak 1976 ini, kini semakin bersinar seiring meningkatnya permintaan.
Menurut catatan, Haji Ismaun memulai usahanya di tengah keterbatasan. Namun, ketekunannya selama hampir lima dekade menjadikannya sosok yang tak tergantikan. "Saya sudah jalani ini sejak tahun 1976, dan alhamdulillah masih eksis sampai sekarang," katanya dengan penuh kebanggaan.
Lanjut Haji Ismaun, meski usianya tak lagi muda, semangatnya tetap membara. "Permintaan makin banyak, dan kita siap penuhi," tambahnya. Bulu-bulu yang ia kumpulkan dari berbagai pasar di Banyuwangi dan sekitarnya itu, kini menjadi sumber kehidupan bagi banyak pengerajin di seluruh nusantara.
Eksistensi Haji Ismaun sebagai pengepul bulu ayam dan entok ini memang layak diacungi jempol. Di saat banyak orang seusianya memilih pensiun, Haji Ismaun justru terus menggeliat dalam usahanya. Bukan hanya soal bisnis, tetapi ini tentang dedikasi dan keberlanjutan sebuah tradisi. "Saya hanya ingin agar kok kita tetap berkualitas, dan itu dimulai dari bulu-bulu ini," tutupnya dengan nada penuh optimisme.
Bukan sekadar pengepul, Haji Ismaun telah menjelma menjadi ikon dalam industri kok tanah air. Sebuah perjalanan panjang yang diwarnai dengan dedikasi, kerja keras, dan komitmen yang tak pernah pudar. Dan begitu, dari Desa Mangir, bulu-bulu yang diikatnya terus terbang, melambung tinggi, menghidupi kok nusantara. [yadi]
Posting Komentar