GLOBE NASIONAL - Banyuwangi – Aplikasi MiChat kembali menjadi buah bibir. Bukan karena fitur pesanannya, tetapi karena penggunaannya yang semakin melenceng dari tujuan awal. Baru-baru ini, fenomena “pijat spesial” mencuat di Banyuwangi, di mana beberapa akun menawarkan layanan dengan tarif tertentu setelah dihubungi langsung melalui aplikasi tersebut.
Investigasi oleh pihak wartwan menunjukkan bahwa setelah menghubungi salah satu akun, muncul penawaran layanan pijat dengan rincian harga spesifik. Contohnya, layanan pijat full body selama 60 menit ditawarkan dengan tarif Rp350 ribu, termasuk layanan tambahan seperti yang mereka istilahkan dengan kode “hj.” Tak hanya itu, ada pula penawaran lebih besar, seperti “full service” seharga Rp400 ribu yang mencakup berbagai layanan tambahan dengan durasi fleksibel.
Teknologi yang Menjadi “Pasar Gelap”
MiChat, yang dirancang untuk komunikasi personal, kini menjadi alat untuk transaksi layanan yang kontroversial. Fitur pencarian lokasi dalam aplikasi mempermudah pengguna menemukan akun-akun tertentu di sekitar mereka. Setelah menjalin komunikasi awal, layanan tambahan di luar pijat biasa sering kali ditawarkan secara langsung, lengkap dengan kode dan istilah yang hanya dimengerti oleh kalangan tertentu.
“Awalnya saya hanya iseng mencoba menghubungi akun-akun tersebut. Tapi begitu kami berbicara, penawaran yang mereka sampaikan cukup mengejutkan. Tarifnya langsung dijelaskan tanpa basa-basi, termasuk layanan tambahan yang jelas di luar batas norma,” ujar seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya.
Pandangan Publik: Kebanggaan Daerah Tercoreng
Masyarakat Banyuwangi merasa kecewa dengan maraknya fenomena ini. Mereka khawatir bahwa nama baik daerah yang selama ini dikenal karena budaya dan pariwisata kini tercoreng oleh praktik semacam ini.
“Saya malu. Banyuwangi itu punya potensi besar di bidang pariwisata dan budaya. Tapi sekarang malah dikenal karena hal seperti ini. Teknologi seperti MiChat benar-benar perlu diawasi lebih ketat,” ujar seorang tokoh masyarakat.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari aparat kepolisian terkait fenomena ini. Namun, masyarakat berharap pemerintah daerah dan pihak berwenang segera melakukan tindakan preventif untuk menekan maraknya aktivitas ini.
Seorang pemerhati hukum mengatakan, “Fenomena ini menunjukkan kurangnya regulasi dan pengawasan terhadap aplikasi seperti MiChat. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi pintu masuk bagi masalah sosial yang lebih besar.”
Fenomena ini bukan hanya masalah aplikasi, tetapi juga tentang bagaimana teknologi di era digital bisa dimanfaatkan dengan cara yang tidak semestinya. Di satu sisi, ada kebutuhan ekonomi yang mendorong individu-individu tertentu untuk menawarkan layanan ini. Namun, di sisi lain, norma sosial dan hukum tetap harus ditegakkan.
Kasus di Banyuwangi adalah potret bagaimana teknologi, jika tidak diawasi, bisa menjadi ladang subur bagi aktivitas yang melanggar norma. Ini menjadi peringatan bahwa kolaborasi antara pemerintah, pengembang aplikasi, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan teknologi membawa manfaat, bukan justru merusak tatanan sosial. [*]
Posting Komentar