no fucking license
Bookmark

Azam Khan Soroti Dugaan Pelanggaran HAM: Apakah Jokowi Bisa Diseret ke ICC?

Isu mengenai kemungkinan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditangkap oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) kembali mencuat. Wacana ini berkembang di tengah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama pemerintahannya, termasuk Tragedi KM50, pengusiran paksa warga, serta perampasan tanah dalam proyek-proyek strategis nasional.
GLOBE NASIONAL -Jakarta – Ketua Umum (Kontra’sm), Azam Khan, kembali mengangkat isu panas terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Dalam pernyataannya, Azam menyoroti berbagai kasus yang dinilai bisa menjadi perhatian Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), termasuk Tragedi KM50, pengusiran paksa dalam proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga dugaan korupsi berskala internasional.

Azam Khan menegaskan bahwa kasus-kasus seperti pembunuhan anggota Laskar FPI dalam Tragedi KM50 serta penggusuran tanah rakyat di Rempang dan IKN harus disoroti sebagai bentuk pelanggaran HAM yang serius. Ia juga menyinggung peran investasi asing, terutama dari China, yang kerap dikaitkan dengan kebijakan pemerintah yang dinilai lebih berpihak pada kepentingan korporasi ketimbang rakyat.

Selain itu, ia menyinggung laporan dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), yang menyebut adanya dugaan keterlibatan tokoh besar Indonesia dalam jaringan korupsi global. Azam menduga bahwa praktik korupsi ini bisa saja berkaitan dengan penguasaan lahan, pembangunan infrastruktur, hingga kebijakan ekonomi yang merugikan rakyat.

Menurut Azam Khan, ICC memiliki wewenang untuk menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pembunuhan sistematis, pengusiran paksa, serta pelanggaran hak kepemilikan tanah. Namun, ia juga mengakui bahwa ada hambatan besar dalam proses ini.

“Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma, yang menjadi dasar hukum bagi ICC. Itu berarti, tanpa permintaan khusus dari Dewan Keamanan PBB atau kerja sama internasional, sulit bagi ICC untuk langsung menangani kasus di Indonesia,” ujarnya.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa dengan cukupnya bukti dan tekanan dari komunitas internasional, penyelidikan bisa saja dilakukan. Ia merujuk pada kasus beberapa mantan kepala negara yang sebelumnya juga berurusan dengan ICC karena dugaan kejahatan HAM.

Azam Khan menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa perjuangan menegakkan keadilan internasional memerlukan bukti kuat serta tekanan hukum yang konsisten. Menurutnya, meskipun ada tantangan dalam membawa kasus ini ke ICC, bukan berarti hal tersebut mustahil.

“Keadilan tidak selalu berjalan cepat, tapi sejarah membuktikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan pada akhirnya bisa diadili,” pungkasnya.

Sampai saat ini, belum ada langkah resmi yang diambil terkait kemungkinan keterlibatan ICC dalam kasus-kasus yang disoroti oleh Azam Khan. Namun, pernyataannya kembali memicu perdebatan mengenai akuntabilitas hukum bagi pejabat tinggi negara. [***]



Posting Komentar

Posting Komentar