![]() |
Tangkapan Layar |
Malam itu, hujan tidak turun. Tapi dalam hati Dina, badai sudah lebih dulu menggulung.
Ia duduk bersandar di kasur tipis kamarnya, menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Usia 27, lulusan sarjana, tapi status masih pengangguran. Ibu di kampung sering mengirim pesan menanyakan kabar, sementara rekeningnya kian sepi seperti hati yang patah.
Di tangannya, layar ponsel terus bergerak. TikTok menjadi pelarian dari kegelisahan yang tak bisa ia lawan. Hingga muncullah sosok itu—seorang perempuan berpenampilan elok, dengan suara lembut dan tatapan penuh keyakinan. “Kalau hidupmu berat, mungkin waktunya kamu buka jalan gaibmu,” katanya.
Perempuan itu bicara soal pembersihan aura, tarik rezeki, dan ritual khusus jodoh. Tampilannya meyakinkan, testimoni berjejer dari akun-akun lain. Semuanya mengaku berhasil: tiba-tiba dapat kerja, jodoh datang, utang lunas. Tinggal transfer, katanya, dan energi akan bekerja.
Dina, yang selama ini merasa hidupnya stagnan dan tak berpihak, mulai tergoda. Ia tidak percaya dukun, dulu. Tapi malam itu, keputusasaan menundukkan logika. Ia mengirim uang, lalu menunggu keajaiban yang dijanjikan.
Hari demi hari berlalu. Tak ada pekerjaan datang. Jodoh tak muncul. Yang ada hanya pesan-pesan lain dari sang “perantara gaib” yang meminta transferan tambahan untuk penyempurnaan energi. Dina mulai curiga. Saat mencoba bertanya, akun itu menghilang. Blokir. Lenyan.
Dina bukan satu-satunya.
Di balik video-video TikTok yang viral, tersimpan jebakan halus: dukun digital yang berkamuflase dengan kecantikan, musik santai, dan narasi positif. Mereka tahu, algoritma akan membawa mereka ke orang-orang yang lelah, patah, dan nyaris menyerah.
Dukun era baru ini tak lagi berbau kemenyan, tapi filter aesthetic dan “narasi healing”. Mereka tak mengetuk pintu rumah, melainkan mengintai di explore page-mu. Dan korbannya? Mereka yang mencari jalan pintas di tengah gelapnya hidup.
Dina kini hanya bisa menyesali. Tapi penyesalan bukan akhir. Ia mulai bicara, mengingatkan teman-temannya, menyebarkan kisahnya. Bukan untuk malu, tapi agar orang lain tidak ikut tersesat di lorong yang sama.
Opini : Jangan Biarkan Algoritma Menghipnotismu
Hidup tidak bisa diselesaikan dengan sekali transfer. Masalah tidak selesai dengan “ritual instan” dari akun tanpa identitas. Media sosial adalah tempat semua orang bisa bicara—termasuk mereka yang ingin menghisap dompetmu dengan janji semu.
Berpikir kritis adalah tameng. Jangan biarkan rasa putus asa membutakan kita pada logika. Dan ingatlah, kekuatan sejati bukan dari mantra, tapi dari langkah kecil yang kita ambil hari demi hari, meski pelan dan penuh peluh.
Posting Komentar