![]() |
“Azam Khan: Proyek Whoosh Gagal dari Awal, Jangan Bebankan Utangnya ke Rakyat!” |
“Publik hanya disuguhkan hasil, bukan proses. Padahal setiap sen dari utang itu pada akhirnya dibayar dari pajak rakyat,” tegas Azam Khan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa malam (22/10).
Menurut Azam, sejak awal proyek ini menunjukkan tanda-tanda perencanaan yang rapuh. Salah satunya adalah perubahan skema pembiayaan yang awalnya dijanjikan dari Jepang lalu beralih ke Tiongkok, tanpa penjelasan yang memadai kepada publik. Ia menyebut hal itu sebagai bukti bahwa perencanaan proyek tidak solid dan mengandung banyak pertanyaan yang belum terjawab.
“Ketika transparansi hilang, kezaliman pasti bersembunyi di dalamnya,” ujarnya, mengaitkan buruknya perencanaan dengan potensi ketidakadilan dan korupsi sistemik.
Berdasarkan laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) per Juni 2025, proyek yang dijalankan melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) mencatat kerugian sebesar Rp1,62 triliun, dengan sekitar Rp951,48 miliar diatribusikan kepada PT KAI. Angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp4,2 triliun pada 2024. Kondisi ini membuat Azam menyebut proyek Whoosh sebagai “bom waktu fiskal” yang dapat meledak sewaktu-waktu bila tidak segera ditangani dengan transparan.
“Proyek besar tanpa perencanaan yang matang hanya melahirkan beban, bukan kemajuan. Jangan sampai modernisasi dijadikan alasan untuk menutupi kesalahan hitung,” kata Azam.
Namun di sisi lain, Presiden Joko Widodo memiliki pandangan berbeda. Ia menilai proyek strategis seperti Kereta Cepat Whoosh tidak bisa diukur semata dari sisi untung rugi finansial, melainkan sebagai bagian dari investasi jangka panjang untuk modernisasi transportasi nasional dan konektivitas antarwilayah.
“Kalau semua dilihat dari sisi untung rugi, kita tidak akan pernah maju. Proyek strategis harus dilihat dari dampak konektivitas, efisiensi waktu, dan pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Jokowi dalam pernyataannya.
Pandangan tersebut turut diperkuat oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut pemerintah telah menyepakati restrukturisasi utang hingga 60 tahun dengan pihak Tiongkok guna meringankan tekanan fiskal. Namun, sikap berbeda datang dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menegaskan bahwa APBN tidak akan digunakan untuk menutup utang proyek Whoosh.
“Pemerintah tidak akan membayar utang proyek Kereta Cepat menggunakan APBN. Ini harus menjadi tanggung jawab korporasi, bukan dibebankan ke rakyat,” tegas Purbaya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya sedang menyiapkan skema pembiayaan non-APBN yang lebih transparan dan akuntabel, sembari memastikan proyek tersebut tidak mengancam stabilitas fiskal nasional.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mendesak agar pemerintah tidak menjadikan proyek Whoosh sebagai alasan pembengkakan utang negara, melainkan segera melakukan audit publik dan transparansi total atas semua skema pembiayaan.
Perdebatan mengenai proyek Whoosh pun menggambarkan dua kutub pemikiran: satu pihak menuntut perencanaan yang transparan, akuntabel, dan rasional secara finansial, sementara pihak lain melihatnya sebagai investasi strategis jangka panjang untuk membangun wajah baru transportasi Indonesia.
Namun bagi Azam Khan, yang selama ini dikenal sebagai pembela hak-hak rakyat kecil, visi besar tanpa akuntabilitas hanyalah mimpi kosong.
“Pembangunan tanpa akuntabilitas bukan kemajuan, tapi jebakan. Ia bisa menjadi bumerang bagi bangsa sendiri,” pungkasnya.
Posting Komentar