MEDIAGLOENASIONAL.COM - OPINI -Akhirnya menjadi aneh ketika generasi muda yang seharusnya menjadi motor perubahan harus turun ke jalan, berteriak di tengah gemuruh Jakarta yang tak pernah tidur. Pada 22 Juli 2024, demonstrasi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengguncang kesadaran publik. Aksi yang berakhir ricuh ini bukan sekadar protes biasa. Ini adalah manifestasi ketidakpuasan yang mendalam terhadap 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di area Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, para mahasiswa membawa 12 tuntutan yang mencakup berbagai sektor, mulai dari politik hingga pendidikan. Ini adalah jeritan lantang generasi muda yang mendesak perubahan nyata di akhir masa jabatan Jokowi.
Sadarkah kita bahwa kritik yang disampaikan oleh BEM SI mengandung berbagai argumen yang menggugah pikiran? Di bidang politik dan demokrasi, tuntutan agar Jokowi tidak terlibat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dan penolakan terhadap upaya pembungkaman kebebasan pers menunjukkan betapa pentingnya integritas dan kebebasan berpendapat dalam sebuah demokrasi yang sehat. Mengingat peran vital pers sebagai pilar keempat demokrasi, usaha untuk membungkamnya hanya akan merusak fondasi kebebasan yang seharusnya dijaga.
Di sisi lain, tuntutan untuk menyelesaikan konflik agraria di Papua dan melindungi hutan adat Indonesia mencerminkan keprihatinan mahasiswa terhadap isu-isu lingkungan dan hak asasi manusia yang sering diabaikan. Konflik agraria yang berkepanjangan dan praktik illegal logging yang merajalela tidak hanya merugikan masyarakat setempat tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan kita.
Tak kalah pentingnya, sektor pendidikan menjadi sorotan utama dengan tuntutan agar pendidikan tinggi digratiskan dan penolakan terhadap praktik komersialisasi pendidikan. Pendidikan adalah hak fundamental yang seharusnya dapat diakses oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Komersialisasi pendidikan hanya akan memperlebar kesenjangan sosial dan merampas kesempatan generasi muda untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Namun, sadarkah kita bahwa kritik tanpa solusi bukanlah langkah yang bijak? Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi mahasiswa ini dan mengambil langkah konkret untuk memperbaiki kebijakan yang dianggap merugikan. Kebijakan yang inklusif dan adil akan menciptakan perubahan yang diinginkan oleh rakyat.
Demonstrasi BEM SI adalah cerminan dari ketidakpuasan generasi muda terhadap berbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Kritik ini seharusnya menjadi cermin bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan mereka. Dengan mendengarkan suara rakyat, terutama generasi muda yang merupakan masa depan bangsa, pemerintah dapat menciptakan perubahan yang lebih baik dan inklusif.
Sadarkah kita bahwa saatnya pemerintah membuka telinga dan hati terhadap suara-suara kritis yang disuarakan oleh mahasiswa? Marilah kita bersama-sama memperjuangkan kebijakan yang adil dan inklusif demi masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang. Hanya dengan begitu, kita bisa mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan sejahtera untuk semua
@rofiq -opini
.
Posting Komentar