OPINI -Pada bulan Agustus yang panas ini, sorotan tajam publik tertuju pada sosok Prabowo Subianto, seorang jenderal yang kini telah berhasil merebut pucuk pimpinan negara. Kemenangan ini disambut dengan riuh tepuk tangan, namun di balik hingar-bingar itu, ada cerita yang lebih rumit, sebuah pertarungan yang baru saja dimulai.
Dalam janji-janjinya, Prabowo berulang kali menegaskan bahwa ia akan melanjutkan kebijakan besar yang telah dirintis oleh Presiden Jokowi. Pemindahan ibu kota ke Nusantara, sebuah proyek ambisius yang telah memecah pandangan publik, adalah salah satu dari kebijakan yang ia janjikan akan tetap berjalan. Namun, di balik narasi muluk itu, kita perlu bertanya: apa sebenarnya yang dimaksud dengan “melanjutkan” ini? Apakah Prabowo benar-benar akan setia pada rencana yang telah dibangun, ataukah ia akan melakukan perubahan besar demi membangun jejaknya sendiri?
Pasar dan para pelaku ekonomi kini berada dalam keadaan waspada. Sejak era Jokowi, disiplin fiskal dijaga ketat di bawah pengawasan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Stabilitas ekonomi negara menjadi prioritas di tengah gelombang ketidakpastian global. Namun, dengan Prabowo di tampuk kekuasaan, banyak yang bertanya-tanya apakah kebijakan tersebut akan tetap dipertahankan, ataukah ia akan memilih untuk meningkatkan belanja pemerintah secara besar-besaran? Program makan siang gratis dengan anggaran Rp400 triliun yang ia usung menjadi pusat perhatian. Anggaran fantastis ini, jika tidak dikelola dengan bijak, bisa mengguncang keseimbangan fiskal yang selama ini dijaga.
Namun, mari kita tarik benang merah dari perjalanan kekuasaan di Indonesia. Jika kita kilas balik, peralihan kekuasaan selalu membawa dinamika tersendiri. Republik Indonesia telah melewati berbagai fase: dari sistem Presidensial ke Parlementer, kemudian kembali ke Presidensial yang bertahan hingga hari ini. Setiap pergantian sistem membawa perubahan, dan setiap perubahan mengandung pertarungan kekuasaan.
Kini, Prabowo menghadapi dilema yang sama. Kemenangannya dalam pemilu adalah sebuah prestasi, tetapi apakah itu murni hasil jerih payahnya sendiri, ataukah masih ada bayang-bayang Jokowi yang tak dapat dihindari? Banyak pihak yang percaya bahwa Prabowo, meskipun telah menjanjikan kontinuitas, pada akhirnya akan berusaha mengurangi pengaruh Jokowi dan Gibran—sosok yang belakangan ini semakin sering disebut-sebut sebagai penerus dinasti politik.
Dan di sinilah kita berada, di ambang sebuah era baru, di mana kekuasaan sekali lagi akan diperebutkan. Prabowo mungkin akan mencoba mengukuhkan kekuasaannya, melepaskan diri dari bayang-bayang yang mengikutinya. Namun, satu hal yang pasti, peralihan kekuasaan ini tidak akan mudah. Seperti dalam sejarah sebelumnya, jalan yang akan dilalui mungkin terjal, penuh dengan liku-liku yang tak terduga.
Ketika bulan Oktober tiba, dan Prabowo resmi memimpin negeri ini, kita akan menyaksikan apakah dia benar-benar mampu menjaga janji-janjinya ataukah akan terjerumus dalam permainan kekuasaan yang sama, sebuah permainan yang menuntut pengorbanan besar dan keputusan yang mungkin tidak selalu populer. Dan akhirnya, kita kembali bertanya: apakah Prabowo akan menjadi penerus yang setia, ataukah ia akan menciptakan babak baru dalam sejarah politik Indonesia? Pertanyaan ini akan terjawab seiring waktu, dalam pertarungan kekuasaan yang semakin memanas.
penulis :@rofiq/Opini redaksi
Posting Komentar