![]() |
BPS - 2024 |
Opini - Di tengah perdebatan panjang mengenai sumber pendapatan negara, muncul pertanyaan kritis yang menuntut jawaban mendalam: apakah Indonesia sudah memaksimalkan potensi kekayaan alamnya dalam menopang ekonomi nasional? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, pendapatan negara dari sektor pajak mencapai 2.409,9 triliun rupiah. Angka ini menunjukkan dominasi sektor pajak dalam struktur pendapatan negara, sementara sektor tambang yang kita anggap sebagai harta karun tersembunyi, seakan terpinggirkan.
Lalu, bagaimana nasib hasil tambang yang selama ini digadang-gadang sebagai motor penggerak ekonomi? Sumber daya alam, yang mencakup hasil tambang, menyumbang 207,7 triliun rupiah. Meskipun signifikan, kontribusi ini tampak jauh dari potensi maksimal yang bisa dicapai oleh negara dengan kekayaan alam melimpah seperti Indonesia.
Pendapatan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencapai 85,8 triliun rupiah, menandakan bahwa peran sektor industri besar masih menjadi andalan. BUMN yang bergerak di sektor energi dan pertambangan, semestinya mampu memberikan sumbangsih lebih besar, namun kenyataannya sering terbelenggu oleh birokrasi dan kebijakan yang tidak konsisten. Demikian juga pendapatan dari layanan umum dan pendapatan bukan pajak lainnya, yang masing-masing menyumbang 83,4 triliun dan 115,1 triliun rupiah, turut mewarnai lanskap pendapatan non-pajak.
Lantas, mengapa pajak masih menjadi penopang utama ekonomi? Apakah hasil tambang hanya sebatas potensi yang belum tergarap optimal? Ada beberapa alasan yang bisa menjelaskan fenomena ini. Pertama, kebocoran dan inefisiensi dalam pengelolaan tambang masih menjadi masalah klasik. Banyak tambang yang dieksploitasi secara ilegal atau tidak transparan, sehingga pendapatan negara tidak tercermin sesuai dengan potensi yang ada.
Kedua, ketergantungan pada ekspor bahan mentah dengan nilai tambah rendah membuat hasil tambang kita kurang berkontribusi terhadap perekonomian. Indonesia harus bertransformasi dari penjual bahan mentah menjadi produsen barang jadi yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Namun, di balik semua tantangan ini, terdapat peluang besar yang menanti untuk digali. Reformasi kebijakan yang lebih ramah investasi dan berkelanjutan harus menjadi prioritas, agar tambang bisa memberikan kontribusi yang lebih signifikan. Pemerintah perlu menata ulang strategi pengelolaan sumber daya alam dengan pendekatan yang lebih holistik, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
Seperti halnya dalam forum internasional, di mana Indonesia seringkali bersuara tentang kesetaraan dan kemitraan yang adil, demikian pula seharusnya dalam pengelolaan tambang. Semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, harus berdiri pada pijakan yang sama, bekerja sama untuk mengoptimalkan potensi yang ada.
Pada akhirnya, meskipun pajak masih menjadi tulang punggung perekonomian, kita tidak boleh melupakan harta karun yang terpendam di perut bumi. Dengan strategi dan kebijakan yang tepat, Indonesia bisa mengubah kekayaan alamnya menjadi sumber kemakmuran yang lebih merata dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat. Jika kita mampu menjawab tantangan ini, bukan mustahil Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi yang lebih mandiri dan berdaulat di kancah global. (*)
penulis @rofiq
Posting Komentar