![]() |
| [Foto @rofiq :Timbangan keadilan di atas meja guru, mengadu uang pungutan liar dengan buku, simbol pendidikan yang ternoda. Integritas terhapus, moralitas sekolah dipertanyakan] |
GLOBE NASIONAL, OPINI - Pungutan liar di sekolah sudah menjadi borok yang menahun, menumpuk dari generasi ke generasi, tanpa pernah benar-benar diberantas. Padahal, sekolah seharusnya menjadi benteng pendidikan, tempat anak-anak bangsa menempa ilmu, bukan pasar gelap yang menghisap orang tua dengan berbagai dalih dan tipu muslihat. Berapa kali lagi kita harus mendengar kisah miris orang tua yang dibebani biaya ini dan itu, meski pemerintah sudah menggelontorkan dana BOS dalam jumlah besar?
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang seharusnya gratis, malah masih dipungut biaya. Dana gedung, uang perpisahan, paving sekolah, hingga acara yang tidak ada sangkut-pautnya dengan pendidikan, seperti "study tour", tetap berjalan mulus tanpa ada hambatan. Apakah ini masih bisa disebut sekolah? Atau lebih tepatnya kita sebut sebagai lembaga transaksional berkedok pendidikan? Bukankah ini semua hanyalah praktik ‘pemalakan’ terselubung yang merugikan orang tua?
Pungutan liar ini dibalut manis dengan kata-kata ‘kesepakatan komite’, seolah-olah ini adalah hasil musyawarah yang adil dan demokratis. Faktanya? Komite sekolah sering hanya menjadi perpanjangan tangan dari sekolah itu sendiri. Mereka yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas justru menjadi ‘boneka’ untuk melegitimasi tindakan yang jelas-jelas melanggar aturan. Di sini letak masalahnya—manipulasi demi manipulasi terus dijalankan, dengan tujuan utama menutupi bau busuk dari praktik haram yang sudah mendarah daging.
Apakah kita tidak belajar dari kegagalan-kegagalan sebelumnya? Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya menutupi seluruh kebutuhan sekolah justru dimanfaatkan untuk menutupi permainan kotor. Uang mengalir, tapi pungutan tetap ada. Yang paling menyedihkan, orang tua yang berada di posisi paling lemah, harus menerima dengan terpaksa, tak berdaya melawan sistem yang korup ini. Sebuah tragedi di dunia pendidikan yang hanya bisa terjadi di negeri yang ‘cerdik’ dalam mencari celah aturan.
Apa gunanya aturan jika hanya dijadikan hiasan? Sekolah seharusnya dilarang memungut sepeser pun, tapi mereka masih ‘mengakali’ segala celah hukum dengan dalih ‘kesepakatan’. Orang tua dipaksa tunduk, tanpa ruang untuk bertanya, apalagi protes. Komite sekolah, yang seharusnya menjadi perwakilan orang tua, justru dijadikan tameng oleh pihak sekolah untuk memuluskan pungutan ini. Mereka mencuci tangan, membiarkan komite jadi pelaksana, seolah sekolah tak terlibat sama sekali. Ini adalah cara pengecut untuk memanipulasi hukum dan moral.
Kita tidak bisa terus membiarkan ini terjadi. Pungutan liar adalah bukti nyata bahwa integritas lembaga pendidikan sudah hancur. Lebih dari sekadar soal uang, ini soal prinsip: pendidikan seharusnya menjadi hak dasar, bukan ladang untuk memeras. Tapi apa yang kita saksikan sekarang? Sekolah berubah menjadi pasar. Semua bisa dibeli. Dari seragam hingga program, semuanya punya harga. Dimana moral kita?
Mari kita buka mata. Pungutan liar di sekolah bukanlah hal kecil. Ia merusak esensi pendidikan itu sendiri. Anak-anak yang seharusnya belajar dengan penuh semangat, malah terbiasa melihat bahwa pendidikan bisa dibeli. Ini adalah pelajaran yang sangat berbahaya. Jika sejak dini mereka belajar bahwa segala sesuatu bisa diperdagangkan, termasuk ilmu, apa yang akan terjadi dengan masa depan bangsa ini?
Pemerintah harus lebih tegas. Saber Pungli, Inspektorat Daerah, hingga aparat penegak hukum lainnya, sudah saatnya turun tangan secara nyata. Tidak cukup dengan sekadar peringatan atau sidak sesekali. Dibutuhkan aksi konkret untuk mengakhiri praktik-praktik busuk ini. Sekolah-sekolah yang terbukti melakukan pungutan liar harus diberi sanksi tegas, dan para pelakunya tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Ini bukan sekadar soal disiplin, tapi soal mengembalikan kehormatan dunia pendidikan.
Orang tua juga harus mulai bangkit melawan. Kita tidak bisa terus membiarkan sekolah-sekolah memeras kita dengan dalih apapun. Pendidikan adalah hak, bukan komoditas yang bisa dijual beli. Jika kita diam, kita ikut serta dalam menghancurkan masa depan anak-anak kita sendiri. Sudah saatnya kita bersuara, melaporkan setiap pungutan liar, dan mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas. Jangan biarkan kita terjebak dalam lingkaran setan yang menghancurkan pendidikan kita.
Sekolah harus kembali ke fungsinya semula: sebagai tempat untuk belajar, bukan pasar tempat mencari untung. Jika kita biarkan pungutan liar terus merajalela, kita sedang menciptakan generasi yang tidak percaya pada keadilan, yang percaya bahwa segalanya bisa dibeli, bahkan pendidikan. Inilah saatnya kita melawan, demi masa depan yang lebih baik bagi anak-anak kita dan bangsa ini.
Jenis-jenis Pungli yang Sering Terjadi di Sekolah: Catat dan Laporkan!
Pungutan liar (pungli) di sekolah kerap menjadi beban bagi orang tua siswa. Demi menjaga transparansi dan keadilan, penting bagi para wali murid untuk memahami jenis-jenis pungutan yang dapat dikategorikan sebagai pungli. Berikut daftar pungutan yang sering dilaporkan:
1. Uang pendaftaran masuk
2. Uang komite
3. Uang OSIS
4. Uang ekstrakurikuler
5. Uang ujian
6. Uang daftar ulang
7. Uang study tour
8. Uang les
9. Uang buku ajar
10. Uang paguyuban
11. Uang syukuran
12. Uang infak
13. Uang fotokopi
14. Uang perpustakaan
15. Uang bangunan
16. Uang LKS
17. Uang buku paket
18. Uang bantuan insidental
19. Uang foto
20. Uang perpisahan
21. Uang pergantian kepala sekolah
22. Uang seragam
23. Uang pembuatan pagar dan bangunan fisik
24. Uang kenang-kenangan
25. Uang pembelian lainnya
26. Uang try-out
27. Uang pramuka
28. Uang asuransi
29. Uang kalender
30. Uang partisipasi peningkatan mutu pendidikan
31. Uang koperasi
32. Uang PMI
33. Uang dana kelas
34. Uang denda pelanggaran aturan
35. Uang UNAS
36. Uang ijazah
37. Uang formulir
38. Uang jasa kebersihan
39. Uang dana sosial
40. Uang jasa penyeberangan siswa
41. Uang map ijazah
42. Uang legalisasi
43. Uang administrasi
44. Uang panitia
45. Uang jasa
46. Uang listrik
47. Uang gaji guru tidak tetap (GTT)
Apa yang Harus Dilakukan?
Jika menemukan kejanggalan atau indikasi pungli di sekolah, segera tanyakan kepada kepala sekolah untuk klarifikasi. Apabila terbukti melanggar, laporkan ke Satgas Saber Pungli atau pihak berwenang seperti Polda, Polres, atau Inspektorat
Transparansi pendidikan adalah hak semua pihak. Mari bersama-sama memberantas pungli demi pendidikan yang lebih baik dan adil.
@rf [ 5/10/2024]




.jpeg)
.jpeg)

Posting Komentar