no fucking license
Bookmark

Hari Jadi Banyuwangi ke-253, Bupati Ipuk: Menyalakan Spirit Kebersamaan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Peringatan Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) ke-235 digelar di Taman Blambangan, pada Rabu (18/12/2024) pagi. Dengan nuansa penuh keberagaman, para peserta upacara mengenakan berbagai baju adat sejumlah suku dan etnis yang tinggal di ujung timur Jawa itu.
BANYUWANGI – Pagi yang penuh makna di Taman Blambangan, Rabu (18/12/2024), membawa semangat baru dalam perayaan Hari Jadi Banyuwangi ke-253. Sebuah perayaan yang bukan sekadar mengenang perjalanan panjang, tetapi juga merayakan keragaman yang telah menjadi jati diri Kabupaten ini. Hari itu, di antara ribuan peserta yang berkumpul, terlihat jelas sebuah irama kebersamaan yang menyatukan beragam suku dan etnis yang ada di ujung timur Pulau Jawa ini.

Tak hanya baju adat Suku Osing yang menjadi kebanggaan masyarakat Banyuwangi, tetapi juga kehadiran pakaian adat dari Bali, Madura, Jawa, Bugis, Melayu, hingga etnis Arab dan Tionghoa. Semuanya berdiri berdampingan, seolah mewakili mozaik kehidupan yang tak terpisahkan dalam bingkai kebersamaan. Sebuah simbol dari satu ideologi yang kuat: keberagaman adalah kekuatan.

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, yang memimpin upacara, mengenakan Cheongsam Sangjit, busana etnis Tionghoa, seolah menegaskan bahwa di Banyuwangi, keberagaman bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan, melainkan disatukan dalam satu semangat untuk maju bersama.

“Banyuwangi adalah tamansari Nusantara,” ujar Ipuk, dengan penuh keyakinan. “Ada beragam suku, ada beragam etnis, namun kita semua satu tujuan, yaitu menjaga dan memajukan Kabupaten Banyuwangi.”

Bersama-sama, mereka telah menorehkan prestasi yang luar biasa. Banyuwangi kini diakui sebagai Unesco Global Geopark (UGG) untuk Geopark Ijen, dan baru-baru ini meraih penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri sebagai Kabupaten Paling Inovatif. Sebuah pencapaian yang tak datang begitu saja, melainkan hasil dari kerja keras dan kebersamaan semua pihak.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh Ipuk, kebersamaan ini bukan hanya sekadar soal merayakan prestasi, tetapi tentang bagaimana terus berkolaborasi, bekerja bersama untuk menghadapi tantangan yang ada di depan. “Tanpa kebersamaan, tanpa gotong royong, kita tidak akan bisa sampai di sini,” lanjutnya. “Mari kita jaga semangat ini, dan terus bergerak untuk membawa Banyuwangi lebih maju.”

Hari Jadi ke-253 ini juga menjadi momen untuk memberikan penghargaan kepada mereka yang telah memberikan kontribusi besar. Salah satunya adalah Laita Ro’ati Masykuroh, yang membawa Timnas Indonesia meraih juara Piala AFF Putri 2024, serta dinobatkan sebagai kiper terbaik. Kehadirannya di panggung itu bukan hanya sebagai atlet, tetapi sebagai simbol dari potensi luar biasa yang dimiliki Banyuwangi, yang tak hanya dilihat dari prestasi di bidang olahraga, tetapi juga dalam kontribusinya pada dunia.

Di tengah kegembiraan dan kebahagiaan, tidak lupa ada santunan yang diberikan kepada 253 anak yatim, yang menggambarkan kepedulian dan rasa syukur kepada mereka yang mungkin kurang beruntung. Sebuah pelajaran penting: bahwa kemajuan sebuah daerah tak hanya diukur dengan angka, tetapi juga dengan bagaimana kita memperhatikan mereka yang membutuhkan.

Acara ditutup dengan makan tumpeng bersama, simbol dari keberagaman dan kebersamaan. Sebuah akhir yang sederhana, namun penuh makna.

Hari Jadi Banyuwangi ke-253 adalah cermin dari perjalanan panjang sebuah daerah yang terus berkembang, namun tetap berpijak pada nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Seperti yang disampaikan Bupati Ipuk, keberagaman adalah kekuatan. Dan, dalam kebersamaan, Banyuwangi menemukan potensi tak terhingga yang akan terus tumbuh, berkembang, dan memberi manfaat bagi masa depan.

Artikel ini berusaha untuk mencerminkan gaya Najwa Shihab yang menceritakan sebuah peristiwa dengan kedalaman, menyentuh hati pembaca, dan menggugah semangat untuk bergerak bersama dalam kebaikan.


Posting Komentar

Posting Komentar