![]() |
KPK Bongkar Proyek Fiktif: Korupsi Pengadaan Barang di Kalsel Terseret, Dana Miliaran Hanya Masuk Laporan, Tak Ada di Lapangan! |
GLOBE NASIONAL - JAKARTA -Tepat pukul 09.00 WIB, Selasa, 8 Oktober 2024, gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta mendadak penuh oleh wartawan yang penasaran. Konferensi pers hari itu menjadi saksi bagi penyingkapan kasus dugaan korupsi besar yang melibatkan pejabat di Kalimantan Selatan. Dalam suara yang tegas dan bernada kecewa, pihak KPK memaparkan hasil penangkapan yang mengguncang publik: kasus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun anggaran 2024-2025.
Pada intinya, kasus ini mencuat setelah tim penyelidik KPK menerima laporan adanya kejanggalan dalam proses lelang proyek di Dinas PUPR. Proyek tersebut kabarnya didesain khusus untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, yang sudah ditunjuk sejak awal sebelum lelang resmi dibuka. Nama Yud, seorang pengusaha yang memiliki jejaring luas, menjadi sorotan utama. Bersama rekannya, Yud diduga mengatur agar perusahaannya yang memenangkan tiga paket pekerjaan di Dinas PUPR itu. Modusnya? Manipulasi mulai dari tahap penawaran harga, penggunaan konsultan yang sudah sepihak, hingga penyusunan dokumen yang disesuaikan untuk memenuhi syarat e-katalog, seolah semua sudah diatur rapi layaknya sebuah sandiwara.
KPK menegaskan bahwa Yud tidak bergerak sendiri. Kepala Dinas PUPR, Solol, diduga menjadi otak di balik skenario ini. Yud diduga membayar imbalan berupa uang tunai sebesar 5% dari nilai proyek yang berhasil dimenangkan, yang kemudian disalurkan kepada Gubernur Kalimantan Selatan, Sabirin Nur. Malam itu, 3 Oktober 2024, dengan penuh kepastian, Yud menyerahkan uang sebesar 1 miliar rupiah kepada Yul, orang kepercayaan Solol, dengan instruksi untuk segera menyerahkan kepada gubernur.
Tak berhenti sampai di situ, tim KPK langsung bergerak pada tanggal 4 Oktober 2024. Sekitar pukul 21.00 WIB, belasan petugas KPK menggerebek beberapa lokasi di Kalimantan Selatan dan Jakarta, menangkap 17 orang terkait kasus ini. Mereka yang diamankan bukan hanya pejabat PUPR, tetapi juga sopir pribadi, staf administrasi, bahkan pengepul uang. Para pelaku ini, di satu sisi, menggambarkan betapa korupsi sudah menjadi “sebuah sistem” yang direncanakan dan dijalankan oleh lebih dari sekadar individu.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK juga berhasil menyita sejumlah uang tunai dalam berbagai pecahan, yang ditemukan di dalam tas koper serta beberapa kantong plastik yang tersembunyi di pojok-pojok ruangan kantor. Uang tersebut diduga merupakan hasil suap dan gratifikasi yang sudah disiapkan untuk dibagi-bagikan kepada pihak-pihak yang berperan dalam rekayasa proyek ini. Barang bukti lainnya, termasuk catatan transaksi dan dokumen perjanjian kontrak, turut disita untuk memperkuat dakwaan terhadap para tersangka.
Setelah beberapa jam pemeriksaan, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka, yaitu Solol, Yul, AMD, Feb, Yud, dan rekan bisnisnya. Namun, yang paling menyita perhatian adalah status Gubernur Kalimantan Selatan, Sabirin Nur. Menurut pihak KPK, Sabirin akan segera dipanggil untuk diperiksa. KPK memastikan bahwa semua proses dilakukan dengan teliti, agar siapa pun yang terlibat dalam skandal ini bisa segera dibawa ke meja hijau.
Di samping proses hukum, KPK menyoroti keberadaan e-katalog yang justru semakin rawan disalahgunakan. LKPP dan KPK disebut akan bekerjasama dalam memperbaiki sistem ini agar tak lagi menjadi alat bagi para koruptor untuk memainkan proyek negara demi keuntungan pribadi. “Seharusnya, e-katalog menjadi sarana transparansi, tapi kenyataannya, para pejabat justru memanfaatkan celahnya. Jika sistem ini tidak segera diperbaiki, kasus serupa akan terus berulang,” ujar salah satu juru bicara KPK dengan nada prihatin.
Di ujung konferensi pers, KPK tak lupa menyampaikan rasa kecewa. Mereka menyebut bahwa kasus seperti ini mencerminkan betapa korupsi masih menjadi musuh besar bagi pembangunan di Indonesia. Mereka mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tugas penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat. “Kalau kita ingin Indonesia yang lebih baik, kita tidak bisa membiarkan oknum-oknum seperti ini terus beroperasi. Kita semua harus berperan, meskipun kadang sulit, meskipun berisiko. Tetapi, kalau tidak, lalu siapa lagi?” ucap salah satu komisioner KPK, seakan bertanya kepada seluruh rakyat Indonesia.
Dengan nada yang tegas dan optimisme yang tak pernah padam, KPK menutup konferensi pers tersebut dengan janji untuk terus menelusuri kasus ini hingga tuntas. Mereka berkomitmen untuk memproses setiap tersangka tanpa pandang bulu dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan. Pada akhirnya, mereka mengingatkan semua pihak, khususnya para pejabat daerah, agar mengemban amanah dengan integritas. Karena pada akhirnya, setiap tindakan yang mengkhianati rakyat akan selalu mendapat balasannya, entah cepat atau lambat. [*]
Posting Komentar